Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Jiwa Kesatria pada Anak-anak

19 Mei 2019   14:48 Diperbarui: 19 Mei 2019   14:59 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kehidupan orang tua dan orang dewasa, kini menjadi cermin bagi sang  anak. Kelangkaan nilai-nilai karakter yang arif pada  orang tua dan  orang dewasa, kerap memicu berbagai persoalan dalam kehidupan  anak-anak selanjutnya. Perhatian yang serius tentu wajib diberikan pada anak-anak, disini peran orang tua dan orang dewasa  menjadi sangat penting. Mengapa demikian?

Seorang anak manusia adalah sosok yang paling mudah untuk dibelajarkan. Cara yang paling klasik adalah dengan  meniru.Siapa yang  paling mudah ditiru adalah sosok idolanya dan tentu orang tua menjadi sosok yang pertama dikenal oleh si anak dalam mengenal dunia kehidupan.

Pada model pembelajaran meniru inilah sosok panutan sangat di butuhkan. Sebab anak manusia akan terus berkembang, apa yang dia terima  tidak statis namun dinamis terus  dikembangkan lagi, sehingga kebudayaan manusia  berkembang melebihi kebudayaan leluhurnya. Berbeda dengan burung misalnya, sarangnya tetap saja seperti itu dari generasi ke generasi berikutnya, namun  manusia sungguh luar biasa, erkembang  jauh  dari   hidup di gua-gua,  kini masuk revolusi industri 4.0, dan kedepan entah kemajuan apalagi yang bisa diciptakan.

  Lalu, sebuah pertanyaan layak dilontarkan pada diri sendiri, apa yang perlu mereka tiru dari kita orang tua dan orang dewasa?  Sudahkah kita berkarya untuk  orang lain, masyarakat , negara   bangsa dan agama  adi luhung yang kita miliki? Apakah aktivitas kita memerosotkan budaya atau mencerai agama kita yang suci? Jawabanya, tergantung perseketif kita masing-masing., sebab  disinilah jiwa kita diuji dalam bentuk  autokritik. Sepertpkan i pernah diucdiucapkan oleh John F Kennedy  Ask not what your country can do for you... ask what you can do for your country.(Jangan tanyakanlah apa yang negara Anda bisa lakukan untuk Anda,  tanyakan apa yang dapat Anda lakukan untuk negara Anda"

Salah satu yang kita  ingin bangun pada anak-anak kita adalah jiwa kesatria untuk menerima kelebihan dan keberhasilan orang lain adalah menarik kita simak, sebab karakter demikian nampaknya semakin terdegradasi saat ini.

Jiwa kesatria, disebutkan sebagai bentuk karakter, kesatria merujuk pada profesi seseorang yang mengabdi pada penegakan hukum, kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah berani atau pemberani. Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan lembaga atau tokoh masyarakat yang tugasnya untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan, keadilan, dan keamanan masyarakat, bangsa, dan negara. Adakah karakter itu terselip dalam keseharian kita?

 Kalau jawabannya belum, tentu masih ada waktu untuk berbenah. Dibingkai itu kita perlu melihat pesan indah Ki Hajar Dewantara, "Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya. Butlah Nisan kehidupan yang akan kita tinggal dengan tulisan indah, sebagai penanda pencerahan bagi warga bangsa,

Bermanfaat  bagi diri sendiri dan bangsa itu,  diyakini merupakan  tangga-tangga yang tak terlalu sulit untuk diukur dalam keseharian kita, perenungan dan  motivasi telah banyak kita temui dalam kehidupan selama ini dari orang-orang sukses dalam menjalani kehidupan itu, Sebab kehidupan itu seperti   laksana lautan.

Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tep, demikian tulis Buya Hamka, pesan yang sangat memikat memang. Mengapa demikian?  Sebab hidup tak selamanya pahit dan getir, suatu saat akan kita temukan manisnya hidup yang telah kita pupuk dengan rasa tulus tanpa pamrih itu. Bahkan akan lebih manis dari yang kita bayangkan. Dunia memang banyak orang yang pandai, tapi orang yang pandai belum tentu bersikap benar. Namun hakekatnya, orang yang bersikap benar adalah pandai, demikianlah kata-kiata orang bijak.

Membangun karakter  penting untuk  membangun bangsa,  Apabila negara itu buruk, maka orang yang baik sebagai warga negara, yang dalam segala-galanya hidup sesuai dengan aturan negara yang buruk itu, adalah buruk, bahkan jahat, sebagai manusia. Demikian tulis Franz Magnis-Suseno, 1987). Berjiwa besar lebih merujuk kepada sikap siap menerima keadaan apapun atau dapat dikatakan rasa syukur. Rela terhadap kondisi yang ada di depan mata kita saat itu. Namun tak harus selamanya kita terdiam terjebak dalam situasi yang buruk, selagi kita mampu untuk berbuat demi terjadinya perubahan keadaan, maka lakukanlah  kewajiban dan hak secara sehimbang.

Pun demikian  kehidupan tidak selalu menampilkan  banyak badai, tetapi juga wan sejuk yang indah, namun perlu hati hati. Dalil  kehidupan  bahwa orang menyerang sedang bercerita kalau dirinya tidak bahagia. Orang yang penuh senyuman sedang bercerita kalau dirinya bahagia.  Sebab orang bahagia mempercantik dirinya di dalam. Orang tidak bahagia sibuk menjelekkan orang di luar, demikian pesan orang tua yang saya temui di desa. Berjalan dalam keheningan sukma. Kebebasan bukan terkandung dalam tindakan-tindakan yang kita sukai, tapi ada pada hak kita saat mengerjakan sesuatu yang seharusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun