Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pesan Ritme Malam yang Sepi

6 Mei 2019   07:46 Diperbarui: 6 Mei 2019   07:55 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kelelawar mengepak menembus ke gelapan malam, seperti layaknya hewan malam lain, beraktivitas dalam kekosongan waktu. Terbang bagai benda hitam dan berjarak membelah  setiap jeda sebagai  sosok "nilambara" menembus kabut malam. Disana muncul kembali sebagai   pranajiwa, menyilaukan  yang menari dalam pusaran kelembaman dunia maya. 

Ruang itu mengizinkan munculnya seberkas pencerahan,  seperti diungkapkan dengan indah,  bunga-bunga padang adalah anak-anak kasih semesta alam, dan anak-anak manusia adalah bunga-bunga cinta dan kasih sayang.

Mekarnya bunga adalah proses kerja, dan rasa bakti adalah sebuah mata air di dalam hati yang tidak akan pernah dicapai oleh kumpulan pemikiran apapun. Pikiran tak pernah berhenti selama jantung berdenyut memompa darah, dan memberikan sebentuk kesadaran pada jiwa manusia. 

Disana dia berpendar dalam ruas-ruas semesta, dalam bentuknya yang  asali, sebab keindahan sejati terletak pada keserasian spiritual yang diberi nama cinta. Yang dapat bersarang di antara seorang lelaki dan seorang wanita.

Kasih hidup fundamennya adalah kasih sayang, namun untuk memaknai bahwa hidup itu perlu usaha, secara klasik telah diikhtiarkan antar generasi. Lalu, engkau berdiri mematung, tak sadarkan diri, dibelenggu oleh gemerlap dunia. Usaha terus menerus memindai dalam banyak ruas kepentingan hidup yang dimanjakan oleh aneka ragam kemudahan. 

Kemudahan yang terukir dalam banyak produk-produk modern, namun hampa dalam nilai yang penyentuh hati, manusia seakan menjadi batu dan tak pernah hirau kemana pergi setelah ini, karena terkurung oleh beragam sakit yang menjalar tak pernah bisa dihentikan. Kelelawar malam menjadi saksi bisu bahwa jiwa ini mengalami pergulatan yang dasyat untuk digiring pada vibrasi semesta raya.

Usaha untuk mengentikan debat materialisme yang menuntut sang badan, dan kadang membawa tubuh disudut berdebu yang melelahkan dan menjerit dalam setiap dimensi atom-atom untuk  membentuk persenyawaan alam, dalam nurani yang terus membeku, karena riuh oleh banyak kepentingan , jiwa semakin gersang, kesejukan tak pernah hadir sebagai pemandu hidup. Sebab Keyakinan merupakan suatu pengetahuan di dalam hati, jauh tak terjangkau oleh bukti.

Engkau pergi melintasi jalan, kemudian tak pernah bisa berangkat karena menoleh bayangan tak pernah jelas di belakangmu. Lalu hidup seperti apakah itu..? Tak pasti.... . yang engkau lalui tanpa seonggok jiwa, kini dia semakin  menjadi layu, dalam pusaran , nalar-nalar dangkal. 

Aku pikir engkau mulus bergerak dalam laju kehendak, namun alam seakan tak berpihak, sebab duka lara selalu mengimpit dimana suka itu muncul. 

Namun kesenyapan tetap membuat belalang malam, semakin jelas, dan tiupan angin mengkhabarkan bahwa dimensi jiwa sedang dihambang kebimbangan yang dalam.

Desiran angin itu membawa bentuk celotehan semu, riak yang gagap, dalam menerka hidup semakin menjelaskan bahwa hidup ke depan semakin hampa dan tak mudah,kalau dilalui dengan tangan dipangku. Tangan tak berarti banyak karena liuk kompetisi semakin menuntut narasi berlabel, ulet, tabah dan juga taktis serta cerdas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun