Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Resonansi Hrydayam Puspam, Bunga Hati di Hari Kemenangan

24 Desember 2018   16:50 Diperbarui: 24 Desember 2018   17:14 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam suasana hari raya, dari hati yang terdalam  izinkanlah saya berdoa dengan sepenuh hati. "Sembah sujud hamba kepada Penguasa alam semesta, yang tenang damai, berbaring tak pernah nyenyak dalam tidur, selalu terjaga, dari pusarnya muncul bunga teratai, yang menyokong perputaran alam semesta yang sangat halus yang meliputi semuanya, layaknya langit meliputi bumi, Yang matanya bagai kelopak bunga teratai, yang wujudnya direnungkan oleh para Yogi untuk menghapus segala penderitaan, duka lara, untuk menggapai samudera kebahagiaan yang  abadi.
Di terminal doa itu, terpancar penyejuk dahaga, dan memberikan pesan yang kerap tak dipahami dengan sempurna. Manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan, dengan   spesies berjuluk  Homo sapien itu,  menurut ahli Biologi Swedia, Carl Linnaeus (1758), sejatinya telah hidup 2,3-2,4 juta tahun silam, yang berdiri tegak dan  dikatakan memiliki akal dan kecerdasan  melebihi makhluk lain  diantara makhluk yang menghuni bumi, sebab hanya manusia penghuni bumi memenuhi  dalil motivasi yang dianjurkan oleh motivator ulung sekaliber  Dale Carnegie, yaitu bangun kesuksesan dari kegagalan. 
Keputusasaan dan kegagalan adalah dua batu loncatan yang paling baik menuju kesuksesan,  menjaga jangan sampai keakuan, kerakusan dan kemarahan  bertumbuh besar melalui praktik-praktik keseharian, sebab,  sehebat apa pun sebutan orang, semua akan ditelan hilang oleh sang waktu.
Lalu, dalam koridor kesuksesan,  manusia adalah sosok yang bisa mengubah kebudayaan, dan mampu membangun jiwa yang kokoh sehingga layak dikenang dalam sejarah peradaban, sehingga  ada tokoh-tokoh yang tidak sebatas hidup, namun bisa menjadi guru abadi walaupun jasadnya telah hancur ditelan bumi, disana, selalu dikabarkan bahwa  pohon yang kuat dan kokoh terlihat setelah badai berlalu benar adanya. Lalu Jiwa yang kokoh terlihat setelah banyak guncangan berlalu"kekokohan menurut Penulis AS, yang  hebat Mark Twain,ditulis dengan rapi 'Dua hari yang paling penting di dalam hidup manusia  adalah hari dia dilahirkan dan hari dimana dia  mencari tahu mengapa. Itulah yang membangun tangga awal kekokohan jiwanya dalam mengarungi kehidupan.
Dibingkai jiwa yang kokoh, Izinkan saya mengorek kumpulan kata-kata bijak yang dinarasikan dengan sangat indah oleh Bhagawan Byasa,tokoh yang menulis  'kisah   Mahabharata, dalam kumpulan sastra itu, juga  diselipkan berbagai seloka Githa yang indah, memesankan, bahwa dalam pendeknya kehidupan manusia   ada  tiga pintu yang siap memasukkan dirinya kedalam  wilayah 'duka dan neraka' bahkan menjadi nestapa tak terperikan, mana kala manusia  abai pada kediriannya, yaitu kama (nafsu), kroda(marah) dan loba(tamak), yang menyusup ke wilayah hati secara halus, namun pasti. 
Kama /keinginan nafsu sangat  dipercaya membuat manusia itu ada, dan sanggup berdiri, memiliki ambisi untuk maju, namun banyak keinginan dan harapan yang tercapai seakan membuncahkan satu keinginan terpenuhi, memunculkan seribu keinginan untuk minta dipenuhi, disinilah loba (pintu kedua) muncul menguasai manusia,  namun bila tak terpenuhi maka muncullah 'kemarahan' kroda, di pintu ketiga.Tiga pintu ini selalu siap membawa manusia ke neraka. Dalam ruang yang membikin tubuh ke arah loba atau marah, manusia hendak  diberi pesan  bahwa sadarkanlah diri anda, bahwa perang setiap saat  terjadi dalam tubuh dan kedirian diri anda. Lalu, disana hendak dikabarkan  hanya dengan satu prinsip kasih lah bisa diredakan, yakni memberi dan memaafkan, lalu hanya, cinta kasih  dan kelembutan yang mencirikan sifat manusia, amarah dan gairah nafsu tamak adalah sifat binatang, yang sejatinya perlu dihindari.
Dalam mengukuhkan keikhlasan itulah, kita layak mengintip dialog Krishna, Karna dan Arjuna dalam kisah Mahabarata. Sebab lewat dialog itu  ada  pesan yang baik , yakni ketika kita bergaul di tengah lingkungan yang  tak keruan kadang kebohongan, licik,  dan kepalsuan terus mendera diri kita, tak jarang  kita pun bisa dianggap licik, pembohong dan mungkin culas. 
Kendati demikian, jangan pernah putus asa,  teruslah berbuat baik. Kalau orang tidak percaya dalam setahun, tunjukkan dalam 3 tahun, bahkan 10 tahun. Jika orang tidak percaya setelah 10 tahun, tunjukkan selama 20 tahun. Jangan pernah menyerah, tetap berdiri dalam perbuatan baik, maka  disanalah kemenangan menanti.  ***** Sore itu, matahari masih menyiratkan sinarnya, walaupun agak buram diliputi oleh awan yang gelap, sebab putra Surya Adi Pati Karna, sudah roboh oleh panah Arjuna, dan meregang nyawa untuk meninggalkan dunia ini. Dunia kehilang putra yang tak pernah lelah dalam bersedekah, Krishna berduka, terlihat sedih dari raut wajahnya. Namun Arjuna bergembira puas dan sedikit ego bahwa dia telah mampu mengalah musuh bebuyutannya.  
Arjuna,  kata Krishna,  kita telah kehilangan 'seorang penderma' yang tak ada bandingannya dalam hidup ini.  Mendengar itu, Arjuna menjadi bingung. Melihat gelagat itu, Krishna mengajak Arjuna untuk menunjukkan sifat yang sejati ada dalam diri Adi Pati Karna. 
Diterminal itu, secara bijaksana, Krishna hendak mengurangi rasa keakuan Arjuna. Karena itu, Beliau membawa Arjuna menemui Karna yang terbaring luka di medan laga. Mereka datang kepada Karna dengan menyamar sebagai brahmana tua, yang meminta sedekah kepada Karna. Karna terluka parah dan berada dalam keadaan kritis, kondisi yang sangat sulit untuk melakukan kegiatan sedekah.
Krishna mendekati Karna dan berkata, "Oh... Karna! Anda terkenal sebagai orang yang sangat dermawan. Setiap selesai pemujaan matahari (surya sewana) engkau selalu memberikan sesuatu bagi yang datang meminta kepadamu, tak ada peminta yang kembali kosong tanpa mendapatkan pemberian dari anda, termasuk 'Dewa Indra' yang meminta kepada  anda, Dewa Indra tidak pergi dengan tangan kosong. Tak ada manusia  yang  memberikan demikian tulus kepada Dewa. Manusia biasanya hanya meminta kepada Dewa, namun anda sungguh berbeda" 
"Karna tersenyum, Tuan Brahmana, apa yang saya bisa bantu ke Tuan, dalam kondisi seperti ini, anda datang ke saya,  Kata Karna dengan nafas terengah-engah dan suara terputus-putus. Brahmana tua berkata, Karna, saya ingin meminta sesuatu pada anda, karena saya harus melangsungkan suatu upacara suci di rumah saya, saya datang menghadap untuk mohon kemurahan hati Anda, walaupun sebenarnya tidak pantaslah saya meminta bantuan Anda dalam keadaan seperti ini." 
Walaupun tergolek di tanah, Karna bertanya, "Apa yang Anda kehendaki?" Brahmana tua  berkata "Saya memerlukan sedikit emas." Kemudian Karna berkata kepadanya, "Oh Brahmana! Pergilah ke rumahku saya dan beritahu istri saya bahwa saya telah mengutus Anda kepadanya. Ia akan memberikan emas sebanyak yang Anda kehendaki." 
Dengan muka masam Brahmana tua itu  berkata, "Saya datang ke sini bukan untuk melibatkan diri dalam transaksi bisnis semacam ini. Jangan berkata kepada saya agar menemui istri Anda atau ibu mertua, atau ayah mertua Anda. Saya datang untuk meminta langsung kepada Anda. Kalau Anda bisa, berilah saya. Kalau tidak, saya akan pergi." 
Karna memejamkan mata dan berpikir sejenak bagaimana ia bisa mendapatkan emas di medan pertempuran. Ia teringat bahwa dua giginya dilapisi emas. Pada masa itu ada kebiasaan melapisi gigi dengan emas walaupun tidak ada dokter gigi.  Kemudian Karna memberi tahu Brahmana tua itu, "Cabutlah kedua gigi saya yang dilapisi emas." 
Brahmana tua itu berkata, "Apa ini? Mungkinlah saya mencabut gigi-gigi Anda? Apakah saya harus melakukan tindak kekerasan kepada Anda untuk mendapatkan sedikit emas ini dari Anda? Bagaimana Anda bisa menyebut hal ini sebagai amal, dengan menyakiti orang lain? Ini sama sekali bukan amal. Saya bahkan tidak mau menyentuh gigi Anda."
Kemudian Karna mengambil sebuah batu kecil, mematahkan kedua giginya, dan mempersembahkannya kepada Brahmana tua itu, yang tiada lain adalah Krishna. Akan tetapi, Krishna  hendak mengujinya lebih lanjut. Beliau berkata, "Saya seorang brahmana. Bagaimana saya bisa menyentuh emas yang berlumur darah? Ini bertentangan dengan kebiasaan saya." Segera Karna mengambil sebuah busur dan melepas sebatang anak panah ke bumi. Sumber air memancar dari tanah. Ia mencuci kedua giginya di air itu lalu mempersembahkannya kepada Krishna dengan tangan kanannya.Persembahan kepada Brahmana tua itu, sekaligus menampakkan wajah Krishna sesungguhnya, dan berkata "engkau memang penderma sejati, Karna,Kata Krishna.
Karna berkata, Oh... Kesawa, maafkan aku, pada detik-detik hidupku, engkau hadir, didepanku, adakah sesuatu yang lebih mulia, selain mendapatkan wajahMu,  penampakan Tuhan  saat kematian menjelang, Kata Karna, Oh... Krishna....hare Krishna, Hare-hare hare, Karna pun menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan senyum manis dibibirnya, rohnya bersatu dengan Keagungan Tuhan, menyatu ke alam  abadi.
Pada saat itu Krishna menatap Arjuna dengan pandangan yang penuh, arti. Arjuna berdiri dengan kepala tertunduk menghormati kebesaran hati Karna. Arjuna berkata kepada. Krishna, "Belum pernah saya melihat semangat pengorbanan, sifat mulia, dan bakti seperti itu dalam diri siapa saja. Bahkan saya pun tidak mampu menyamai kebesaran hati Karna. Maafkan kelancangan saya, Kata Arjuna.  Bunga hati (Hridayam puspam) yang indah dengan ketulusan dan keikhlasan  menjadi persembahan hakiki jika ingin bertemu dengan keagungan Tuhan. SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN- KUNINGAN DAN NATAL,  SEMOGA DAMAI SELALU*****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun