Mohon tunggu...
Inung Kurnia
Inung Kurnia Mohon Tunggu... Penulis - Gemar berbagi kebaikan melalui tulisan

Ibu dari Key dan Rindang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka, Bergerak Bersama Mengoptimalkan Potensi Siswa

2 April 2023   16:01 Diperbarui: 2 April 2023   16:08 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SMPN 43 Jakarta bersama guru (dokpri)

Awal diluncurkan, saya sebenarnya termasuk orang tua yang 'bingung' dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Kebingungan saya lebih kepada bagaimana mungkin sekolah, guru atau dinas pendidikan bisa 'suka-suka' menyusun kurikulum pendidikan? Itu dalam bayangan saya. Lantas kalau kurikulum pendidikan tidak ada standar yang jelas, bagaimana mau mengukur output dari pendidikan itu sendiri?

Sebagai salah satu anggota Komite Sekolah di sebuah SMP Negeri di bilangan Jakarta Selatan, saya kemudian menjadi lebih aktif mengikuti perkembangan implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah anak saya. Semua informasi dan kebijakan sekolah terkait kurikulum dan pembelajaran, di share di group Komite Sekolah yang beranggotakan perwakilan orang tua dari seluruh kelas. Seringkali kami Komite Sekolah dilibatkan dalam kegiatan implementasi Kurikulum Merdeka. Terutama pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya outdoor atau pembelajaran di luar ruang kelas yang memang membutuhkan support dari orang tua siswa.

Meski mengikuti perkembangan implementasi Kurikulum Merdeka, toh saya tidak dengan mudah memahami jalan pikiran kurikulum ini. Karena kebetulan anak saya yang kini duduk di kelas 8, bukan termasuk terkena implementasi Kurikulum Merdeka. Anak saya masih menggunakan Kurikulum 2013 dengan modifikasi pembelajaran model pandemi.

Hingga kemudian saya mendapati bagaimana panggung seni, ruang kreasi dan kegiatan olahraga dibuka lebih lebar di sekolah. Sekolah pada momen-momen tertentu menggelar panggung yang memberikan ruang bagi siswa untuk unjuk kebolehan. Bidang seni, bidang olahraga, sains dan bidang lainnya. Semua siswa memiliki ruang yang sama untuk menunjukkan potensi diri.

Panggung seni SMPN 43 Jakarta (dokpri)
Panggung seni SMPN 43 Jakarta (dokpri)

Padahal dahulu, anak dengan potensi akademik ibarat menjadi raja. Diperlakukan lebih dari yang lain, dianggap sebagai anak cerdas dan pintar. Karenanya, segala fasilitas pun mengalir pada anak-anak dengan golongan IQ saintek ini melebihi anak-anak dengan potensi lainnya.

Perlahan saya pun mulai paham dengan konsep Kurikulum Merdeka ini. Semoga pemahaman saya memang tidak salah. Sederhananya, Kurikulum Merdeka ini memberikan ruang lebih luas bagi guru dan sekolah untuk menggali bakat dan potensi anak didiknya, dan mengelola siswa yang ada agar bisa belajar lebih optimal. Semua potensi yang dimiliki setiap siswa merupakan prestasi.

Well, zaman sudah berubah. Di banyak negara anak-anak dengan potensi di bidang non eksakta mendapatkan apresiasi sama halnya anak-anak eksakta. Seni, budaya dan olahraga bahkan telah memberikan pengaruh luar biasa bagi sebuah negara untuk menguasai dunia. Sebut saja Korea dengan budaya K-Pop dan dramanya. Sudah merasuk mendarah daging dan membuat kecanduan anak-anak muda di dunia termasuk di Indonesia. Dan itu tentu didesain bukan dari mereka dengan potensi akademik bidang sains. Mereka adalah orang-orang yang kreatif!

Sebagian ibu-ibu Komite SMPN 43 Jakarta (dokpri)
Sebagian ibu-ibu Komite SMPN 43 Jakarta (dokpri)

Kembali ke sekolah anak saya, sejak menjadi salah satu sekolah implementasi Kurikulum Merdeka, begitu banyak panggung-panggung prestasi di luar bidang eksakta yang kemudian terbuka lebar. Koleksi kejuaraan pun bertubi-tubi datang. Peserta didik menjadi lebih bersemangat, lebih bergembira. Sekolah benar-benar memfasilitasi setiap bakat yang dimiliki peserta didik, dengan membuat klub-klub atau kelompok juga mendorong siswa ikut kompetisi baik tingkat kecamatan, kotamadya sampai tingkat DKI Jakarta. Misalnya klub pencak silat, klub menggambar dan lainnya. Klub-klub ini mendapatkan support dari sekolah dan tentu Komite Sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun