Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pemuda asal Cimahi, Jawa Barat kelahiran 1 Mei 1994. Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Kondisi Kesejahteraan Bisa Terwujudkan?

15 September 2022   12:00 Diperbarui: 15 September 2022   12:04 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejahterakah Kita? (Sumber: Freepik)

Selamat membaca Sahabat Kompasianer dan Reader yang terhormat dan terkasih!

Bagaimana Kondisi Kesejahteraan bisa Terwujudkan?

Pertanyaan kritis ini cukup serius untuk digali jawabannya. Menimbang harga barang dan jasa yang kini kian merangkak naik, membuat rakyat yang serba kekurangan makin terjebak dengan situasi rumit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Saya menjadikan Konsep yang ditawarkan Richard Barret yang merupakan ekspansi dari Teori Hierarkis kebutuhan Abraham Maslow, untuk menjadi alat ukur kesejahteraan lahir bathin umat manusia.

Tulisan lengkapnya di link berikut: 7 Level Kesadaran Manusia yang Dicapai

7 Level Kesadaran menurut Richard Barret (Sumber: barrettacademy.com)
7 Level Kesadaran menurut Richard Barret (Sumber: barrettacademy.com)

Cukup menarik, Richard Barret masih menggunakan keyakinan finansial sebagai tolak ukur diri agar dapat survive dalam kehidupan. Bagi saya masih ada kehidupan masyarakat yang tidak mengunakan uang sebagai alat ukur kesejahteraan, melainkan gotong royong dan kebersamaan.

Kemampuan Finansial sebagai alat ukur survive tidaknya seseorang, hanya berlaku di lingkungan masyarakat yang meyakini bahwa uang itu berharga sebagai alat tukar untuk menunjang dan memfasilitasi kehidupan.

Orang pedalaman yang tidak mengerti apa itu uang, pasti akan bertanya-tanya, saat dirinya diminta untuk menjual makanan kepada seorang yang menawarkan sejumlah uang. Dan saat ini, fenomena ketidakmengertian tentang nilai uang, dianggapnya masyarakat modern sebagai perilaku primitif, wow!

Padahal saat krisis inflasi melanda seluruh dunia. Kita bisa belajar dari masyarakat yang dianggap primitif oleh orang-orang modern. Pada kenyataannya, beliau beliau yang dianggap primitif, masih dapat bertahan hidup karena budaya gotong royong dan kebersamaan, saling mendukung dalam pemenuhan hidup, dengan mengandalkan keberlimpahan alam, bahkan jika perlu, melakukan perburuan hewan liar di hutan untuk dikonsumsi dagingnya.

Saya sendiri keheranan... dengan perilaku masyarakat modern, yang ternyata dianggap maju. Ternyata malah menjadi pukulan telak pada perekonomian suatu masyarakat, yang berimplikasi pada kesejahteraan seluruhnya! Semua menjerit harga bahan pokok naik terus. Dan semua mengeluhkan, sulitnya untuk mencari uang. Padahal pendidikan anak dari keluarga yang dibinanya harus dipenuhi, bahkan urusan pangan pun, masyarakat harus rela menghemat dan serba irit. 

Maka saya bertanya... jadi siapa yang sebenarnya primitif?

Sekali lagi saya tekankan, kalau sudah cinta kepada Uang... ini sudah menjadi perangkap iblis dari semenjak Adam di ciptakan. Jika zaman dahulu emas adalah alat tukar berharga, maka kini uang yang dijadikan berhala untuk iblis menjebak umat manusia pada kesengsaraan berkepanjangan melalui perangkap yang kita sebut Inflasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun