Mohon tunggu...
Intan Rifiwanti
Intan Rifiwanti Mohon Tunggu... Guru - Human-ist

Menulis adalah salah satu cara yang baik untuk bicara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Pelangi Melalui Bidikmisi

30 Mei 2020   21:00 Diperbarui: 30 Mei 2020   21:07 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kutanamkan sekarang, aku hanya boleh memilih satu, atau tidak sama sekali. Karena aku telah paham bahwa setiap perguruan tinggi negeri tidak mau dinomorduakan. Baiklah, aku akan belajar setia. Tidak lagi menyerong ke kiri atau kanan. Dengan segala kenekatan, aku mengosongkan dua peluang yang harusnya bisa jadi alternatif kedua atau ketiga jika aku tidak terjaring di pilihan pertama.

Ah, aku tidak ingin banyak berpikir. Pilih satu saja atau tidak sama sekali. Titik. Aku percaya, jika memang sudah menjadi jalanku, insyaallah akan dimudahkan.

Seiring aku memantapakan pilihan, aku kembali menilik ulang tujuanku untuk belajar di perguruan tinggi. Aku pikir, keinginan menjadi seorang guru adalah sebab utama mengapa aku begitu ngotot ingin kuliah. Aku terobsesi untuk selalu bermanfaat bagi orang banyak. Sampai akhirnya, aku memilih program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bagaimanapun, aku memiliki kegemaran menulis. Kelak, selain ingin menjadi seorang guru, aku juga ingin menjadi seorang penulis. Aku ingin mempengaruhi banyak orang melalui coretan-coretan penaku. Mengajak mereka untuk sama-sama belajar dan mengamalkan kebajikan.

*****

Hari yang menegangkan yakni pengumuman yang menguras kesabaran akan sebuah penantian datang atas banyak permintaan. Awan pekat seperti hendak runtuh. Suasana mendadak horor saat sang waktu yang menunjukkan pukul tujuh belas memberikan sasmita bahwa hasil SBMPTN sudah bisa diakses. Aku tidak cukup tertarik untuk membukanya selekas mungkin.

Aku flashback ke masa lalu yang terlalu antusias jelang ditolak dalam SNMPTN yang berhasil menguras emosiku. Kali ini aku tidak akan berlebihan dan lebih memilih untuk bersikap biasa saja. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan. Bagiku tidak ada alasan lagi untuk menangis pilu.

Aku tahu, umi telah kecewa pada anak gadisnya yang dengan bangga melanggar janji untuk "Jangan pernah tidak takut". Tetapi jauh dari alam bawah sadar umi, aku yakin beliau tak pernah berhenti melisankan doa-doa terbaik untukku bahkan tanpa aku minta.

Yeah, aku mencoba untuk membuka bagaimana hasil seleksi untuk namaku. Sekali dua kali aku gagal lantaran server sedang sibuk. Ya, aku tahu semua pendaftar yang terdiri dari ratusan ribu calon mahasiswa sedang berharap-harap cemas mengakses laman SBMPTN untuk melihat hasil.

Aku menyerah. Ah, bukan menyerah, melainkan aku memilih untuk bersabar dengan menutup laman tanpa sebuah kepastian apakah aku diterima atau ditolak. Hipotesisku, dua atau tiga jam kemudian barangkali server sudah sedikit sepi pengunjung ketimbang waktu sekarang sesaat pengumuman dibuka.

Belum lama aku pulang dari warnet dengan tangan hampa, beberapa pesan singkat berhasil mendarat di layar ponselku. Isinya seragam, semuanya menanyakan hasil SBMPTN atas namaku. Aku jawab saja dengan kalimat sederhana, "Forbidden, server sedang sibuk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun