Mohon tunggu...
Intan Nurcahya
Intan Nurcahya Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Guru SMP N Sukaresmi Cianjur, berlatih menulis, menyerap dan menyebar virus literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Welcome My New Leader, Mari Kita Dansa Bersama

17 Mei 2017   20:49 Diperbarui: 17 Mei 2017   21:12 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pergantian kepala sekolah merupakan suatu kedinamisan dalam sebuah struktur jabatan di sekolah. Saat ini sekolah-sekolah di daerah kami sedang bersiap menyambut datangnya pemimpin baru seiring dengan akan diadakannya rotasi dan promosi jabatan ini.

Bagi kami sebagai guru, siapapun yang dipercaya mengemban amanah untuk menjadi pemimpin di tempat kami bertugas tentu saja akan kami terima dengan senang hati. Berbagai karakter kepala sekolah lengkap dengan plus minusnya akan kami jadikan panutan dalam menjalankan tugas pokok kami.

Dengan pengalaman masa kerja lebih dari 18 tahun, beberapa kali pergantian pemimpin di sekolah telah saya alami. Berbagai karakter kepala sekolah sedikit banyak telah memberikan gambaran mengenai pola-pola kepemimpinan yang diterapkan. Sebenarnya pengkotak-kotakkan karakter pemimpin hampir tidak jelas batasannya, karena sebagai manusia tentu mereka memiliki pembauran sifat dan sikap yang mewarnai jiwa kepemimpinannya.

Dari beberapa kepemimpinan yang saya alami, ada kepala sekolah yang sangat kuat keinginannya untuk memacu prestasi di sekolah, sehingga terkesan sangat memaksa tapi prestasi sekolah banyak mengalami kemajuan, dan pada akhir jabatannya ada jejak yang diwariskan. Ada juga yang terkesan sangat tenang, tidak banyak tuntutan, prestasi sekolahpun adem-adem saja. Ada yang tidak suka berbasa-basi, berbicara relatif kasar dan blak-blakkan, tapi dibalik karakternya itu tersimpan sikap hangat dan sayang terhadap bawahannya, tak heran ketika dia dipindahtugaskan kami semua merasa sangat kehilangan, dan merasa rindu kebersamaannya. Tetapi ada juga karakter yang hangat, berbicara lemah-lembut, tapi kadang sering berbicara menusuk ketika dirasa ada anak buahnya tidak sepaham dengannya.

Harapan kami untuk pemimpin yang akan datang tentu saja seperti harapan layaknya bawahan terhadap atasan. Seperti dalam teorinya Kepala sekolah adalah pemimpin yang tugas dan kewajibannya adalah mengarahkan kami sebagai bawahan kepada suatu komitmen dalam pelaksanaan tugas. Maka tepatlah kiranya gagasan dari Ki Hajar Dewantara yang telah sangat kita kenal yaitu:

  • Ing ngarso mangun karsa, artinya seorang pemimpin hendaknya menjadi panutan (contoh ) bagi bawahan.
  • Ing Madya mangun karsa, artinya pemimpin ikut kegiatan menggugah semangat anak buahnya.
  • Tut Wuri Handayani, artinya pemimpin berupaya memberikan dorongan dari belakang.

Tugas pokok seorang kepala sekolah memang sangat berat. Seorang yang ingin menjadi kepala sekolah wajib memilki berbagai kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, juga kompetensi sosial. Diantara kompetensi-kompetensi tersebut, pada tulisan ini saya ingin menyoroti kompetensi yang beberapa indikatornya dirasakan paling menyentuh pada kenyamanan kerja yaitu kompetensi kepribadian dan sosial.

Kepribadian kepala sekolah menentukan atmosfer di lingkungan yang dipimpinnya, kepala sekolah hendaknya memiliki integritas kepribadian yang kuat ; Selalu konsisten dalam berfikir, bersikap, berucap, dan berbuat dalam melaksanakan tupoksinya. Seringkali dalam menjalankan tugas, kinerja dan kedisiplinan kami sebagai guru masih dipengaruhi kepribadian kepala sekolah, terus terang saja kadang-kadang mental kami masih sebagai bawahan yang harus selalu diawasi dan diberi contoh. Ketika kami dituntut untuk disiplin waktu masuk jam kerja, rasanya sulit melaksanakannya jika sang pemimpin sendiri tidak melakukannya. Kami akan sangat tertantang ketika kami datang telah disuguhi senyuman sang pemimpin. Tidak ditegurpun tentu kami akan merasa malu, dan akan segera memperbaiki kedisiplinan di hari berikutnya. Kami tidak akan berani pulang dengan mencuri-curi waktu ketika pemimpin kami pun menyelesaikan urusannya di sekolah dengan tepat waktu.

Kami akan sangat senang jika memiliki kepala sekolah yang bersikap terbuka atas saran dan kritik yang disampaikan oleh kami sebagai bawahan. Tidak merasa selalu benar dan anti perbedaan. Seorang teman pernah mengeluhkan sikap atasannya ketika berbeda pendapat mengenai tugas yang telah dikerjakan. Atasannya menegur dan menyalahkan langsung bahkan membahasnya di forum umum dan mengkritik habis-habisan. Kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi perbedaan akan menghindarkan timbulnya rasa trauma dari bawahan yang dipimpinnya.

Memiliki stabilitas emosi dalam setiap menghadapi masalah sehubungan dengan tugas pokoknya, merupakan modal dasar seorang kepala sekolah untuk menciptakan kenyamanan kerja di lingkungan yang dipimpinnya. Selama ini tak jarang kami mendapatkan suasana tak nyaman jika sang pemimpin kami sedang menghadapi tekanan yang berat. Sikap uring-uringan yang ditunjukkan seringkali membuat kami harus kucing-kucingan dan menghindari pertemuan langsung, situasi seperti itu tentu saja menghambat komunikasi yang semestinya terus mengalir.

Organisasi sekolah memiliki anggota yang terdiri dari guru, karyawan, dan siswa. Semakin besar suatu sekolah semakin banyak anggota yang terlibat. Keberagaman yang semakin besar tak jarang memicu konflik internal. Apabila guru mengalami permasalahan atau konflik baik antar guru maupun guru dengan kepala sekolah, maka yang terjadi adalah turunnya kinerja guru. Pada gilirannya mutu pendidikan di sekolah tersebut akan menjadi tidak berkualitas. Konflik tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikendalikan, dikelola bahkan disinergiskan menjadi sesuatu yang dinamis. Pengendalian konflik di sekolah merupakan salah satu tugas kepala sekolah.

Sering kali konflik di sekolah terjadi karena adanya kebijakan dan pembagian tugas yang tidak sesuai dengan keinginan para guru. Disamping itu pengalaman mengajar guru yang sudah lama serta tuntutan hidup yang harus dipenuhi juga dapat memicu terjadinya konflik. Adalah hal yang biasa juga jika di sekolah terjadi kelompok-kelompok yang bisa menimbulkan kesenjangan. Ada kelompok pejabat sekolah yang biasanya memiliki wewenang lebih dan lebih dekat dengan kepala sekolah. Mereka sering tidak bisa berbaur sebagaimana mestinya dengan kelompok guru lain yang tidak memiliki kedudukan. Atau juga terdapat kelompok yang memiliki kemampuan materi relatif lebih tinggi, mereka juga cenderung lebih enjoy bergaul dengan sesama rekan yang mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun