Setiap perjalanan memiliki makna, tetapi ada perjalanan yang lebih dari sekadar perpindahan tempat. Ada perjalanan yang membawa kita lebih dekat kepada Tuhan, dan ada pula yang membuka wawasan serta mempertemukan kita dengan sejarah serta budaya yang kaya. Bagiku, mimpi terbesar adalah bisa menjalani perjalanan yang menggabungkan keduanya: menunaikan umrah sebagai bentuk perjalanan spiritual, lalu melanjutkan langkah ke Belanda, negeri yang masih erat kaitannya dengan sastra dan sejarah Indonesia.
Makkah dan Madinah: Menemukan Kedamaian di Tanah Suci
Mimpi ini dimulai dari Tanah Suci. Aku ingin menjejakkan kaki di Makkah, berdiri di hadapan Ka'bah, dan meresapi ketenangan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Menjalankan tawaf, mencium Hajar Aswad, serta melantunkan doa-doa penuh harap di antara ribuan jamaah dari seluruh dunia adalah pengalaman yang ingin kualami. Aku ingin merasakan betapa kecilnya diriku di hadapan kebesaran Allah, meresapi setiap langkah yang mendekatkan diri pada-Nya.
Di Masjid Nabawi, aku membayangkan duduk dalam ketenangan, memandangi kemegahan arsitektur yang menyimpan jejak Rasulullah. Ramadan di Tanah Suci pasti akan menjadi pengalaman spiritual yang luar biasa, berbuka puasa bersama saudara seiman dari berbagai negara, berbagi kebahagiaan dalam kebersamaan, dan merasakan betapa Islam menyatukan hati tanpa mengenal batas wilayah.
Namun, perjalanan ini tidak berhenti di sini. Setelah menyelesaikan ibadah umrah, aku ingin melanjutkan perjalanan ke Eropa Barat, menuju Belanda, sebuah negeri yang menyimpan jejak sejarah dan sastra yang begitu dekat dengan Indonesia.
Belanda: Menelusuri Jejak Sejarah dan Sastra
Sebagai pecinta sastra dan sejarah, Belanda adalah destinasi yang selalu menarik perhatianku. Aku ingin menelusuri Leiden, kota yang pernah menjadi tempat belajar banyak tokoh Indonesia di masa lalu. Kota ini adalah saksi bisu lahirnya pemikiran-pemikiran besar yang berkontribusi dalam perjuangan bangsa.
Aku membayangkan duduk di sebuah kafe kecil di Amsterdam, membaca Max Havelaar karya Multatuli-novel yang mengkritik ketidakadilan kolonialisme dan membuka mata dunia tentang penderitaan rakyat Indonesia pada masa itu. Aku ingin mengunjungi perpustakaan tua, merasakan atmosfer yang mungkin pernah dirasakan oleh para sastrawan Indonesia yang tinggal di sana berpuluh-puluh tahun lalu.
Di Museum Bronbeek, aku ingin menyaksikan peninggalan sejarah yang menghubungkan Indonesia dan Belanda, melihat artefak yang menyimpan kisah masa lalu yang masih beresonansi hingga kini. Aku ingin menelusuri jejak sastra yang tersembunyi di balik bangunan-bangunan tua, menyelami bagaimana sejarah dan budaya Belanda turut membentuk perjalanan sastra Indonesia.
Qatar Airways: Kenyamanan dalam Perjalanan Impian