Mohon tunggu...
Intan Rahmawati
Intan Rahmawati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya merupakan pribadi yang humble, gemar berkomunikasi dengan orang lain karena saya sangat menyukai berbicara terlebih di depan umum, singkatnya saya adalah seorang yang ekstrovert. Di samping dari itu semua, saya hobi menuangkan perasaan saya lewat tulisan, seperti puisi atau cerpen. Hampir semua tulisan saya adalah wujud dari kehidupan saya dan orang-orang di sekitar saya. Bagi saya, lewat menulis saya dapat mengekspresikan apa yang tidak dapat saya utarakan melalui suara dan gesture tubuh. Serta bagi saya tulisan adalah ungkapan perasaan yang paling jujur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Komedi Bencana

10 Desember 2022   08:53 Diperbarui: 10 Desember 2022   08:54 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peristiwa ini terjadi lebih kurang 3 tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku kelas 7 SMP, kejadian ini adalah kejadian yang sama sekali tidak dapat ku lupakan hingga saat ini. Kejadian yang menegangkan namun berujung pada kelucuan. Kejadian yang menyebabkan aku dan teman-temanku masih terbahak-bahak jika terus membahasnya.

Singkat cerita, pada saat SMP aku dan teman-temanku termasuk dalam siswa-siswi yang berada pada kelas unggulan. Mengapa dikatakan unggulan, karena mayoritas siswa yang berada pada kelas itu memiliki nilai yang baik dalam pelajaran, selain itu juga aktif dalam pembelajaran. Hampir semua guru memuji kelas kami tak terkecuali salah satu guru kami yang bernama bu Siti.

Bu Siti merupakan guru mata pelajaran Fisika. Beliau merupakan guru yang disiplin, saking disiplinnya, belum jam pelajarannya pun beliau sudah menunggu di depan kelas. Namun, kedisiplinan beliau justru menjadi masalah bagi kelas kami. Bu Siti memanglah guru yang sangat disiplin, tetapi untuk menyampaikan materi, beliau sangat membosankan. Hal ini terbuktikan pada saat pelajaran beliau, kami sekelas pasti memiliki aktivitas lain yang kami lakukan secara diam-diam, seperti, main handphone, mengorbrol, mendengarkan musik tanpa ketahuan, makan, bahkan sampai dengan mengisi teka-teki silang. Bu Siti memang guru yang sangat betah duduk di kursi guru, hampir setiap mata pelajaran beliau, beliau jarang sekali beranjak dari tempat duduk dan menghampiri siswa-siswi untuk berinteraksi. Untuk itu, pelajaran bu Siti memanglah sangat membosankan.

Hari itu, suasana kelas seperti biasanya, kami memulai pelajaran dengan semangat hingga akhirnya bertemu dengan mata pelajaran bu Siti, semangat kami mulai kendur. Bu Siti masuk dengan tegapnya sambil membawa tas dan beberapa buku di tangannya. Bu Siti melaksanakan aktivitas seperti biasanya. Kala itu, bu Siti mengajar kami pada jam-jam akhir menuju pulang, waktu di mana rasa malas sudah menguasai diri pelajar, apalagi jika guru yang mengajar sangat membosankan. Seperti biasa, kami banyak melakukan aktivitas sendiri tanpa diketahui oleh bu Siti, hingga akhirnya fenomena aneh mulai terjadi.

Bu Siti yang semula duduk tenang di kursinya, tiba-tiba saja berdiri dengan wajah panik dan terdiam. Anak-anak bingung melihat tingkah bu Siti. Bu Siti berteriak bahwa saat itu terjadi gempa, sementara siswa-siswi di kelas itu semua terdiam tanpa satu orang pun merespon teriakan bu Siti. Ternyata, siswa siswi tidak merasakan gempa bumi saat itu, hanya bu Siti seorang lah yang merasakan gempa. Akhirnya aku dan teman-temanku justru terkikik melihat tingkah bu Siti. Tak lama kemudian, datanglah pak Andre guru bahasa Inggris kami sambil berteriak "GEMPA GEMPA !!!".

Seketika mendengar teriakan pak Andre, aku dan teman-temanku yang saat itu berada di ruang kelas akhirnya merasakan getaran gempa. Bu Siti terlihat marah dikarenakan kami menertawakan beliau pada saat beliau berteriak seolah tidak mempercayainya. Anehnya saat bu Siti berteriak, memanglah aku dan teman-temanku tidak merasakan gempa itu, baru pada saat pak Andre menghampiri kelas kami, gempa itu sangat terasa.

Akhirnya kami bergegas turun ke lapangan. Ruang kelas kami yang pada saat itu berada di lantai dua seketika kosong karena aku dan teman-temanku berlarian dengan cepat dan di tengah kepanikan. Akhirnya, tanpa sadar, ternyata bu Siti terdorong-dorong oleh kami sehingga beliau terjatuh. Di saat semua sudah berada di lapangan sekolah, bu Siti terlihat marah-marah dari lantai dua emperlihatkan wajah marahnya kepadaku dan teman-teman. Kami kebingungan dengan apa yang terjadi dengan bu Siti. Karena tak satupun dari kami memperhatikannya, fokus kami hanyalah berlarian menuju tempat yang aman.

Gempa sudah berhenti, akhirnya kami kembali ke ruang kelas kami, tetapi tak terlihat bu Siti di situ. Bu Siti agaknya tidak turun ke lapangan karena beliau tidak terlihat pada saat kami berada di lapangan, jadi kami pikir beliau masih berada di kelas. Aku dan teman-temanku saat itu sibuk mendiskusikan bu Siti yang sepertinya sangat marah dengan kelas kami.

Dua hari berlalu sejak gempa itu terjadi, kami kembali harus belajar Fisika yang notabene nya diajarkan oleh bu Siti. Tak seperti biasanya, bu Siti tak terlihat hadir di depan kelas kami menunggu guru sebelumnya seperti biasanya. Kami bertanya-tanya saat itu, bu Siti tak seperti biasanya. Tidak lama, pak Agung selaku kepala sekolah kami menghampiri ruang kelas kami. Pak Agung datang dengan menyapa dan menanyakan siapa guru yang mengajar pada saat itu, kami semau kompak menjawan bu Siti.

Pada akhirnya pak Agung menyampaikan berita yang menggembirakan bagi kami sekelas, namun juga kami jadi merasa bersalah terhadap bu Siti. Hari itu, aku dan teman-temanku pada akhirnya tidak akan diajarkan lagi oleh bu Siti. Pak Agung menjelaskan alasan bu Siti tidak berkenan mengajar kembali di kelas kami yang padahal kelas kami adalah kelas unggulan, yang ternyata alasanya adalah, karena pada saat gempa terjadi dua hari sebelumnya, saat kami berlarian dengan panik, ternyata tanpa sengaja kami menjatuhkan bu Siti hingga gigi palsunya terpental dan hilang. Oleh karena itu, bu Siti tidak turun ke lapangan dikarenakan malu jika ada yang mengetahui hilangnya gigi palsu bu Siti. Semenjak itulah bu Siti marah dengan kelas kami, padahal kami pun tidak sengaja melakukannya.

Akhirnya semenjak itulah kami tidak pernah lagi diajarkan oleh bu Siti. Anehnya, aku juga teman-temanku bukan memiliki rasa sedih, kami justru berteriak kegirangan karena tidak lagi belajar dengan bu Siti. Kami yang semula tidak menyukai fisika akhirnya jadi mencintai pelajaran fisika karena guru pengganti bu Siti sangatlah menyenangkan. Akhirnya kami sepakat, bahwa di balik musibah dan tragedi tentu selalu membawa hikmah, tapi tak lupa kami sekelas pun meminta maaf kepada bu Siti atas tragedi tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun