Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbedaan dan Makna Kebangkitan

21 Mei 2022   08:54 Diperbarui: 21 Mei 2022   09:05 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan itu direstui agama. Yang tidak direstui adalah perpecahan. Setiap anda ingin menghapus perbedaan, yang muncul adalah teror. Prof. dr. M Quraish Shihab. Kutipan tersebut, penulis dapatkan dari media sosial. Kami ambil karena maknanya dalam sekali.

Seringkali kita fokus pada pendalaman agama. Para anak dan generasi muda, selalu kita ingatkan untuk selalu belajar agama seawal mungkin. Jika memungkinkan mereka harus watak Al Qur'an sedini mungkin. Kita juga lebih sreg jika mereka bersekolah di sekolah yang berbasis agama, meski mahal. Dan beberapa standar tinggi lainnya.

Kita juga sering disibukkan dengan berbagai kegiatan keagamaan yang sering menyita waktu dan tenaga. Aktif di masjid dan berbagai pengajian. Pasangan juga melakukan hal sama di kantor dan lain sebagainya. Dengan kata lain kita mengira sangat fokus pada ajaran agama sebagai landasan penting dalam kehidupan sekaligus hal penting untuk kehidupan kita selanjutnya. Hanya saja selalu saja ada resiko yang menghadang yaitu fanatisme berlebihan terhadap agama yang kita tekuni tersebut.

Fanatisme itu membuat perbedaan serasa pilihan sesuatu yang salah. Padahal perbedaan adalah sesuatu yang direstui oleh Allah. Anda dan pasangan adalah dua pribadi yang berbeda; perempuan dan laki-laki. Anda juga mungkin punya perbedaan sifat dengan pasangan Anda. Begitu juga dengan kawan pengajian Anda. Sifatnya dan latar belakang keluarga mungkin sangat berbeda.

Begitu juga dengan teman sekolah anak kita yang punya hobby dan kebiasaan yang berbeda. Sehingga kita amini di sini bahwa memang perbedaan itu direstui agama dan Allah. Kita sering tidak sadar bahwa fanatisme berlebihan hanya menghasilkan sesuatu yang bersifat negatif. Dan salah satu sifat negatif karena fanatisme itu adalah perpecahan. Apalagi jika fanatisme itu bercampur dengan politik, maka seperti yang pernah kita saksikan yang ada adalah saling membenci dan akhirnya perpecahan.

Ujaran kebencian itu berkeliaran dengan bebas di sekitar kita. Setelah kita pulang dari masjid atau saat membuka media sosial. Seringkali ujaran kebencian itu karena soal agama dan kemudian merembet ke persoalan politik dan lain sebagainya.

Contoh yang nyata adalah saat pilkada Jakarta dimana kebencian sengaja disebarkan dengan basis agama. Jika anda sedang berada di Jakarta pada saat itu, maka aura kebencian lah yang memenuhi separuh udara Jakarta. Setelah pilkada Jakarta aura itu ternyata berlanjut saat Pilpres. Salah satu sebutan yang nyaris abadi (karena masih sering disebut hingga kini) adalah cebong dan kampret dan ini sekaligus menujukkan bahwa keterbelahan itu sangat sulit dihapus bahkan saat peristiwa politik itu sudah jauh berlalu. Secara takdir, kita tak mungkin menghapus perbedaan. Seperti halnya rumah tangga, perbedaan justru adalah dua atau beberapa hal yang saling melengkapi.

Jadi, mau tidak mau suka atau tidak suka, kita harus setuju dengan pendapat Prof Quraish Shihab bahwa memang wajar ada perbedaan, namun yang harus kita hindari adalah perpecahan itu.

Dengan memaknai soal ini maka kita juga sudah bisa memaknai makna kebangkitan nasional maupun kemerdekaan yang sudah kita raih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun