Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Harus Jaga Kesucian Agama

19 Februari 2022   10:36 Diperbarui: 19 Februari 2022   10:37 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita berbincang soal politisasi agama, mungkin kita harus melihat bagaimana sebuah organisasi politik yang memakai baju ideologi (agama) dalam banyak kegiatannya. Kita tidak lepas dari organisasi Hizbut Tahrir yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani pada tahun 1953 di Palestina.

Tujuan Nabhani dalam aktivitas politiknya memang mengusung sistem khilafah Al-Islamiyah yang kemudian menyebar dan punya sifat lintas negara. Indonesia sendiri 'kecipratan' pengaruh HT internasional Abdurrahman al-Baghdadi, seorang mubalig sekaligus aktivis Hizbut Tahrir yang berbasis di Australia pada tahun 1983. HT internasional ini kemudian dikenal sebagai HTI .

Dia mengembangkan politik ideologi yang cenderung radikal ini melalui kampus kampus dan mendapat angin saat reformasi. Gerakan politik ideologis HTI amat massif di kalangan umat terutama kaum cendikiawan non moderat dan kemudian menyebar serta berakar kuat dikalangan mereka. Sampai HTI dinyatakan sebagai organisasi terlarang pun para aktivis nya masih sering membawa misi radikal kepada umat.

Daya tarik utama HTI adalah pemurnian ajaran Islam dan membudayakannya di kalangan umat. Mereka sering mengajarkan bahwa apa yang dilakukan oleh umat Islam di tanah air tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri, karena beberapa bagian sudah bercampur dengan budaya lokal. Ini secara massif mereka lontarkan khususnya di kalangan pendidikan dan aktivis agama.

Akibatnya, gelombang intoleransi dan kemudian radikalisme menyeruak di mana-mana. Mungkin kita ingat perdebatan soal memberikan ucapan selamat kepada umat lain saat mereka merayakan hari besar. Perdebatan yang begitu panjang dan seakan melupakan sejarah bagaimana Islam ada di Indonesia yang melalui akulturasi agama dan budaya itu sendiri. 

Roh radikal ini kemudian berkelindan dan mencapai puncaknya saat praktisi politik menjadikan agama sebagai sarana untuk mencapai kekuasaan politik. Mereka tak segan menggunakan masjid Untuk mencapai tujuannya (meraih kekuasaan)

Cara mereka halus, yaitu mengajak umat yang salat di masjid untuk selalu mematuhi ajaran Islam yaitu memilih pemimpin yang seiman dan beberapa ajaran lainnya. Seruan-seruan ketaqwaan ini kemudian dilanjutkan ke seruan-seruan politik. Ini bentuk politisasi agama.

Cara ini memang terbukti efektif, namun berdampak memecah belah bangsa. Bahkan cendekiawan muslim prof Azyumardi Azra mengatakan bahwa meski masjid dan agama terbukti efektif untuk politik, tapi dia mengimbau setiap umat Muslim tidak menodai kesucian Masjid namun harus menjaga kesuciannya.

Dia memperingatkan bahwa jika kampanye politik menggunakan agama terus berkelanjutan, akan sangat berbahaya bagi Indonesia karena terancam mengalami nasib yang sama seperti negara-negara di Timur Tengah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun