Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semua Setara di Mata Hukum

23 Maret 2021   08:49 Diperbarui: 23 Maret 2021   09:03 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua minggu ini kita disuguhkan persoalan menarik, yaitu ketua Front Pembela Islam (FPI) yaitu Muhammad Rizieq shihab mulai disidangkan untuk tiga berkas perkara. Pertama adalah kasus kerumuman di Petamburan, Megamendung dan terkait menghalang-halangi hasil swab test di RS Ummi Bogor. Tiga berkas perkara itu dinyatakan lengkap atau P 21.

Sayangnya sidang pertama kasus itu gagak karena MRS tidak bisa bekerja sama. Dia diam saja saat ditanya oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara itu secara online.MRS akhirnya meninggalkan layar dan menolak disidangkan secara online karena dia menginginkan sidang secara offline (atau langsung).

Perlu diketahui bahwa sidang secara online pada masa pandemic seperti sekarang ini lazim dilakukan karena mengurangi resiko penularan Covid -19 karena offline seringkali akan datang banyak orang sehingga resiko penularan akan tinggi. Persidangan secara online merupakan solusi terbaik agar sidang tetap berjalan dan mengurangi resiko penularan.

Penolakan untuk bersidang secara online ini memang menimbulkan kontroversi tersendiri. Kemarin misalnya, pengacara Hotman paris usul agar dibuatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menyangkut Penghinaan terhadap pengadilan  (Contemt of Court). Usulan ini mengingat beberapa pihak memang punya niat untuk mengabaikan beberapa ketentuan oleh majelis hakim. 

Padahal dalam persidangan Hakimlah yang punya kewenangan untuk menentuakan arah dan jalannya sidang. Kewenangan ini semata dilakukan untuk memperlancar jalannya sidang. Sehingga jika ada pihak yang dengan sengaja abai terhadap ketentuan yang dibuat oleh hakim, maka menurut pengacara Hotman paris, itu sebuah penghinaan terhadap pengadilan.

Mungkin kita bisa menganggap bahwa usulan soal Perppu itu masih sebatas wacana. Namun dalam konteks pengadilan terhadap MRS yang dengan sengaja abai terhadap hakim (tidak menjawab apapu pertanyaan hakim dan kemudian tidak tampak dilayar) sudah bisa dikatagorikan sebagai penghinaan terhadap ppengadilan dan sudah seharusnya hakim memberi peringatan atau bersikap tegas terhadap yang bersangkutan.

Warga Negara Indonesia, punya hak dan kewajiban yang sama (setara) di mata hukum, dan tidak ada yang harus diistimewakan meski dia seorang pejabat, seorang sopir atau seorang konglomerat. Mungkin kita masih ingat seorang menteri yang harus bersaksi soal korupsi seseorang beberapa saat lalu. Atau seorang mantan pejabat dan seorang pengusaha juga harus melakukan itu. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa semuanya harus taat terhadap hukum, tanpa pandang bulu.

Sehingga apa yang dilakukan oleh MRS terhadap pengadilan adalah sikap yang tidak patut terhadap pengadilan, karena dia sudah mengabaikan bahwa meminjam istilah Hotman : menghina  atau tidak menghormati pengadilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun