Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Tahun Baru, Selamat Merayakan Toleransi

3 Januari 2020   10:30 Diperbarui: 3 Januari 2020   10:39 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.nu.or.id

Akhir tahun 2019, kita memperingati Haul Gus Dur ke 10. Tak terasa sudah satu dekade ini, bapak pluralisme Indonesia itu meninggal dunia. Gus Dur atau Abdurrahman Wahid itu tidak saja milik keluarga atau milik Nahdatul Ulama (NU) saja, tapi milik bangsa Indonesia.

Beliau meninggalkan legacy yang tidak akan dilupakan oleh sebagaian besar bangsa Indonesia yaitu toleransi. Bahkan sebagian orang menyebut keturunan KH Hasyim Ashari itu adalah Bapak Toleransi. Dicintai oleh orang-orang yang merasa dibuang, diperlakukan secara diskriminatif, kaum minoritas dan yang terpinggirkan.

Salah satu anak Gus Dur  yaitu Alissa Wahid dalam satu kesempatan bercerita bahwa dia pernah ditelepon oleh seorang dari muslim Ahmadiyah yang dalam keadaan ditekan karena terusir dari wilayahnya sendiri. Itu karena masyarakat sekitar dan aparat setempat tidak setuju dengan penganut Ahmadiyah. Bagi kebanyakan  masyarakat, Ahmadiyah tidak diakui sebagai bagian dari Islam.

Orang Ahmadiyah itu berkata kepada Alliyah sembari mengeluh, bahwa jika Gus Dur masih ada, beliau akan datang mengunjungi untuk menguatkan mereka, tanpa peduli bahwa beliau akan dimaki atau ditegur orang karena berteman dengan penganut Akhmadiyah. Gus Dur memberikan kekuatan dan keamanan bagi orang lain.

Gus Dur juga memperlakukan penganut non-muslim dengan baik dan menghargai mereka. Beliau kerap datang ke gereja dan berbincang bersama. Gus Dur tidak merasa berbeda dengan orang Hindu, Budha, Kristen maupun Katolik. Di mata Gus Dur, yang terpenting adalah kemanusiaan itu sedangkan agama adalah urusan privat kita dengan Tuhan.

Gus Dur melihat manusia secara berbeda dengan orang lain. Selain kental nuansa toleransinya, Gus Dur adalah seorang kyai yang mumpuni soal agamanya. Keluarga besar Gus Dur punya pondok pesantren yang menjadi acuan bagi banyak santri di tanah air yaitu Pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang.  Gus Dur juga melihat politik dari sisi kemanusiaan, sehingga beliau memang lebih cocok menjadi guru bangsa.

Gus meninggal pada tahun 2010 dimana intoleransi mulai tajam di Indonesia. Masyarakat tidak saja menonjolkan perbedaan  antar agama, tapi juga menunjukkan ekslusivitas agama.

Semisal satu agama haram mengucapkan selamat hari raya kepada umat lainnya. Satu agama berkumpul dan merasa eksklusif dengan ajaran agama sedangkan agama lain salah sehingga juga berpengaruh pada hubungan-hubungan horizontal. Pada masa ini, seseorang penganut agama tidak menganggap penganut agama lain itu penting sebagai sesama manusia.

Sampai di titik ini mungkin kita bisa belajar, mengubah dan meneladani pandangan Gus Dur yang sangat toleran dalam soal agama dan kemanusian itu sendiri. Agama diciptakan untuk mempermudah hubungan kita dengan Tuhan dan menciptakan kedamaian bersama orang lain, sehingga toleransi menjadi keniscayaan kita sebagai umat manusia. Kita terlalu kecil bagi kebesaran Tuhan itu sendiri.

Selamat Tahun Baru, selamat menikmati dan merayakan toleransi. Belajarlah dari cara pandang Gus Dur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun