Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Harus Belajar Mencintai dan Menghargai Para Ulama

13 Desember 2018   12:51 Diperbarui: 13 Desember 2018   13:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekitar tahun 1971 Abdurrahman Wahid yang kita kenal sebagai Gus Dur kembali ke Indonesia usai menuntur ilmu di Mesir dan Irak. Saat itu dia masih berkeinginan untuk sekolah lagi di Kanada. Selama beberapa waktu dia menghabiskan waktu untuk berkeliing pulau Jawa mengunjungi pesantren-pesantren.

Ketika mengunjungi pesantren itu Gus Dr diterima dengan baik oleh para santri. Mereka paham bahwa Gus Dur merupakan cucu dari ulama terkenal dan pendiri Nahdatul Ulama yaitu KH Hasyim Ashari. Ulama yang sudah tersohor di seluruh Indonesia. Ada satu lagi nama yang dikaitkan dengan dirinya yaitu KH Wahid Hasyim, ayahnya.

Gus Dur mengunjungi mereka, sekaligus mengajar dan bergaul dengan mereka. Bertukar pikiran dan pandangan. Dalam satu literature disebutkan bahwa Gus Dura mat menikmati perjalanannya mengunjungi pesantren-pesantren karena dia menemukan para santri itu tak hanya pintar, cerdas tetapi juga sopan.

Menurutnya pada zaman itu ketika keterbukaan terhadap dunia luar sudah ada, beberapa santri juga punya kesempatan menimba ilmu di lar negeri. Mereka kembali beberapa tahun kemudian dan mengajar pesantren itu lagi. Pola itu mulai dia temukan ketika dia melakukan perjalanan.

Hal yang juga berkesan menurutnya, meski beberapa paham pada santri yang sudah keluar negeri ini dengan pesantren mula-mula, dia masih menghargai dan menyesuaikan dengan gaya pesantren itu. Menurutnya para pengajar itu tidak hanya lulusan Al-Azhar (yang merupakan lulusan terbanyak kaum santri), tapi juga mereka bersekolah di Inggris, Amerika dan beberapa Negara Eropa.

Penghargaan dan penghormatan dari para santri dan masyarakat juga dia jumpai di beberapa pesantren yang jauh dari Jombang. Para pemimpin pesantren itu menaruh hormat pada Gus Due meski mereka sadikit mengenalnya. Semasa remaja Gus Dur memang lebih banyak tinggal di Jakarta sebelm berangkat ke Mesir dan Irak. Meski para pemimpin pondok pesantren itu sedikit mengenalnya, tetapi menaruh hormat pada GusDur.

Gus Dur tidak saja dihormati karena keluarganya yang merupakan tokoh NU. Tapi performa Gus Dr sendiri sebagai ulama muda yang memang dihargai. Gus Dur begitu mencintai pesantren dan santri-santri yang merupakan anak didiknya, meskipun punya pandangan berbeda dengannya.

Hal itu terbukti ketika jadwal berangkat ke Kanada untuk menuntut ilmu tiba, dia membatalkannya dan lebih memilih dekat dengan para santri dan pesantren yang dia cintai. Karena itu para santri dan pemimpin pesantren lainnya juga menghargai Gus Dur.

Marilah kita mulai mencintai ulama yang kita kenal dan menghormatinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun