Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila sebagai Energi Pemersatu

7 Oktober 2017   07:20 Diperbarui: 7 Oktober 2017   07:24 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhineka Tunggal Ika (www.isigood.com)

Indonesia terdiri dari bermacam suku dan budaya. Ribuan suku itu tersebar di pulau-pulau dari ujung Aceh hingga Papua. Itulah kenapa Indonesia juga dikenal dengan negara kepulauan, yang mempunyai berbagai keanekaragaman. Karena keberagaman itulah, potensi berbeda pendapat, potensi konflik itu begitu besar. Orang tidak suka bisa saja menghembuskan isu SARA, sampai akhirnya terjadi konflik di tengah masyarakat. Dan Indonesia pernah punya pengalamanan konflik yang berlatar belakang SARA. Sebut saja seperti kerusuhan Ambon dan Poso, yang menelan banyak korban jiwa.

Di era modernitas seperti sekarang ini, Indonesia juga semakin beragam. Budaya dari luar begitu mudah masuk ke Indonesia. Bahkan, paham-paham dan pemikiran dari luar, juga hilir mudik ke negeri ini. Bagaimana caranya? Sosial media. Melalui dunia maya inilah, kita tidak hanya bisa mengakses informasi apa saja dan kapan saja, tapi juga bisa mengakses budaya-budaya luar negeri. Tak terkecuali paham radikal, yang berasal dari luar ikut masuk ke Indonesia. Karena paham radikal inilah, berbagai ancaman itu mulai bermunculan satu persatu.

Radikalisme di Indonesia memang tak dipungkiri, telah masuk ke lini-lini masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan ada indikasi beberapa pesantren yang mengajarkan radkalisme. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan formal juga mulai disusupi guru-guru yang mempunyai pemikiran radikal. Perkantoran, pegawai negeri sipil, anggota partai, anggota polisi, juga ada yang disusupi paham radikal. Artinya, sebagian masyarakat kita sudah terpapar radikalisme. Ketika paparan ini kian menguat, umumnya mereka mudah diprovokasi melakukan tindakan teror.

Padahal, Indonesia adalah negara damai yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Keberagaman bukanlah menjadi sumber perbedaan. Keberagaman justru menjadi kekayaan baru bagi masyarakat Indonesia. Perbedaan harus bisa bersanding dalam keharmonisan. Dan untuk bisa menyandingkan itu, hanya bisa dilakukan melalui menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam setiap ucapan dan perilaku. Hal ini penting agar setiap orang mempunyai bibit toleransi, yang mengedepankan sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling tolong menolong.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, terbukti mampu menyatukan semua perbedaan di negeri ini. Tidak boleh karena merasa bagian dari mayoritas, bisa melakukan tindakan kesewenang-wenangan. Tidak boleh atas nama agama, dengan mudah mengumbar kebencian. Indonesia adalah satu kesatuan. Semuanya saling melengkapi satu sama lain. Untuk itulah, penting kiranya terus melesatarikan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, musyawarah untuk mufakat serta keadilan. Nilai-nilai pemersatu itulah yang selama ini membuat keharmonisan di negeri ini tetap terjaga. Nilai-nilai pemersatu itulah, yang perlu kita terus tularkan ke generasi penerus.

Menciptakan generasi yang toleran, harus menjadi tugas bersama. Masifnya radikalisme di Indonesia harus dilawan dengan nilai-nilai pemersatu. Salah satunya dengan mengedepankan toleransi antar umat beragama. Dengan tetap menjaga nilai yang toleran, niscaya perilaku keseharian juga ikut toleran. Jika sebaliknya, jika kita masih tetap memelihara bibit intoleransi yang mengarah pada kebencian, maka akan hancurlah negeri yang telah dibangun selama bertahun-tahun ini. Karena itu, jadilah generasi pemersatu dengan mengamalkan nilai-nilai pemersatu dalam Pancasila.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun