Mohon tunggu...
Sigit Purnama
Sigit Purnama Mohon Tunggu... -

Dosen Teknologi Pembelajaran Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Huruf dalam Mendesain Media Pembelajaran

8 Juli 2011   00:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:51 4582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abstract

Desain merupakan salah satu tahapan dalam pengembangan media pembelajaran. Salah satu aspek penting dalam desain itu adalah pemilihan dan penggunaan huruf. Pemilihan perlu dilakukan karena dari begitu banyaknya jenis dan macam huruf yang ada, tidak semua tepat digunakan dalam pengembangan media. Faktor keterbacaan dan kejelasan menjadi kunci utama sebuah huruf bisa dipilih dan digunakan. Artikel ini akan membahas huruf-huruf yang tepat yang dapat digunakan untuk mengembangkan media yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, dan media berbasis web.

Keywords: huruf, desain, media, pembelajaran

A.Pendahuluan

Pengembangan (development) merupakan salah satu domain (kawasan) teknologi pembelajaran yang telah mengalami perkembangan yang sangat luas. Kawasan ini mencakup teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu. Seels & Richey menyatakan bahwa “development is the process of translating the design specifications into physical form[1]. Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa pada dasarnya tujuan akhir dari proses pengembangan ialah menghasilkan suatu produk pembelajaran.

Meskipun demikian, pengembangan lebih dari sekedar proses untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pembelajaran yang bersifat materi, seperti buku, modul, film, video dan sebagainya saja. Pengembangan juga meliputi proses mengembangkan prosedur dan proses seperti metode pembelajaran.

Secara umum, untuk mengembangkan sebuah produk pembelajaran melalui 3 (tiga) tahapan utama, yaitu tahap desain, tahap produksi, dan tahap evaluasi. Tahap desain membutuhkan alokasi yang lebih banyak dari tahapan-tahapan lainnya. Pada umumnya, menurut Iversen, tahap ini menghabiskan 60-70% dari waktu yang dialokasikan untuk membuat produk pembelajaran, khususnya produk berupa multimedia pembelajaran.[2]

Salah satu fungsi desain komunikasi (pembelajaran) adalah untuk memberitahu atau memberi informasi (to inform).[3] Dalam konteks pembelajaran adalah memberitahu atau memberi informasi pesan-pesan atau materi-materi pembelajaran kepada siswa. Fungsi ini mencakup menjelaskan, menerangkan dan mengenalkan. Untuk mencapai fungsi ini, sebuah proses desain harus memperhatikan prinsip-prinsip desain. Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam mendesain produk pembelajaran adalah readability (keterbacaan) dan legibility (kejelasan). Kedua prinsip ini sangat terkait dengan pemilihan font (jenis huruf) dalam mendesain produk pembelajaran. Keterbacaan adalah tingkatan seberapa mudah suatu rangkaian huruf dapat dibaca. Sedangkan kejelasan adalah suatu tingkatan seberapa mudah audien (siswa) mengenali huruf-huruf yang ada pada suatu typeface. Typeface adalah suatu set karakter dengan ciri bentuk yang sama pada setiap karakter.

Pembahasan dalam artikel ini lebih terfokus pada pengembangan dalam pengertian untuk tujuan menghasilkan sebuah produk pembelajaran yang memenuhi standar kelayakan dari sisi readability dan legibility. Dengan demikian, diharapkan bagi para pengembang produk pembelajaran memperhatikan aspek ini dalam proses pengembangannya.

B.Readability (Keterbacaan) dan Legibility (Kejelasan)

1.Readability (Keterbacaan)

Keterbacaan adalah tingkatan seberapa mudah sebuah rangkaian huruf dapat dibaca. Rangkaian huruf yang membentuk sebuah pesan-pesan verbal ketika dibaca dan diproyeksikan sangat dipengaruhi oleh resolusi.. Resolusi adalah ukuran grafik yang digunakan untuk menggambarkan apa yang dapat dicetak oleh printer, apa yang dapat dipindai (scan) oleh scanner, dan apa yang dapat ditampilkan oleh monitor.[4]

Untuk dapat memenuhi tingkat keterbacaan, produk-produk pembelajaran berupa buku, modul dan bahan cetak lainnya, harus dicetak dengan tingkat resolusi tertentu. Resolusi pada produk-produk ini umumnya diukur dalam dots per inci (dpi), yaitu jumlah píxel dalam satu inci. Penentuan resolusi tidak boleh terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Resolusi yang terlalu tinggi akan menyebabkan hasil yang tidak maksimal dan terlalu berlebihan sehingga memboroskan tinta. Sementara resolusi yang terlalu rendah akan menyebabkan gambar pecah atau kabur. Untuk keperluan cetak offset seperti buku, modul, poster, brosur dan lainnya, besaran resolusinya minimal 300 dpi.[5] Adapun gambar yang akan digunakan sebagai media pembelajaran, apabila harus melalui pindai (scan) terlebih dahulu, sebaiknya dipindai dengan resolusi minimal 200 dpi.[6]

Adapun untuk produk-produk pembelajaran yang ditampilkan melalui layar monitor atau diproyeksikan melalui LCD Projector, resolusi layar biasanya lebih rendah dari pada halaman buku. Oleh karena itu, harus benar-benar diperhatikan bahwa apa yang ditampilkan dapat dibaca. Produk-produk pembelajaran yang biasa ditampilkan dengan monitor PC (Personal Computer) biasanya berupa paket multimedia pembelajaran untuk keperluan belajar mandiri. Adapun produk-produk pembelajaran yang diproyeksikan melalui LCD Projector umumnya berupa slide presentasi, multimedia pembelajaran, video atau film-film pembelajaran sebagai alat bantu mengajar.

Resolusi monitor mengacu kepada jumlah pixel pada keseluruhan citra, karena jumlah dpi berbeda tergantung ukuran layar. Pada umumnya, resolusi monitor PC dan LCD Projector adalah 640 x 480 atau biasa disebut resolusi VGA yang cocok untuk monitor 14 inci. Resolusi 800 x 600, biasa disebut resolusi SVGA cocok untuk monitor 15 inci, 1024 x 768, biasa disebut resolusi XGA cocok untuk monitor 17-19 inci, 1280 x 1024, biasa disebut resolusi SXGA, dan 1600 x 1200, biasa disebut resolusi UXGA.[7]

2.Legibility (Kejelasan)

Heinich, et.al. menyatakan bahwa desain visual atau screen design yang baik paling tidak mencakup empat tujuan utama, yaitu (1)memastikan keterbacaan (legibility), (2) mengurangi usaha yang dibutuhkan untuk menginterpretasikan pesan yang disampaikan, (3)meningkatkan keterlibatan aktif pengguna dengan pesan yang disampaikan, (4)memfokuskan perhatian pengguna pada bagian yang paling penting dari pesan yang disampaikan.[8]

Dalam typografi (seni merangkai huruf), faktor legibility merupakan bobot kualitas dari desain huruf tersebut. Sebagaimana Danton Sihombing menyatakan regibility adalah kualitas huruf atau naskah dalam tingkat kemudahan untuk dibaca.[9] Legibility mencakup tampilan bentuk fisik masing-masing karakter. Adi Kusrianto menjelaskan bahwa kejelasan (legibility) memiliki tingkatan yang lebih mutlak. Artinya, jika suatu typeface dikatakan legible atau jelas, maka ia pasti jelas dibaca pada ukuran berapapun. Keterbacaan ternyata memiliki urutan kedua. Sebuah typeface yang memiliki keterbacaan yang baik, sebelumnya ia harus memiliki kejelasan yang baik dulu.[10]

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah (1)Tulisan harus sederhana, (2)prosa rumit dan panjang tidak untuk dibaca dari layar komputer, (3)meratakan margin kanan harus dihindari, karena margin kanan yang tidak rata terlihat lebih baik dalam layar komputer, (4)garis pendek lebih baik daripada yang panjang, (5)penggunaan huruf besar (kapital) dan kecil harus diperhatikan, (6)hindari penggunaan teks dalam banyak kolom, (7)semua ukuran huruf harus sama dan bisa dibaca. Judul dengan ukuran huruf yang lebih besar diperbolehkan, tetapi yang perlu diperhatikan bahwa penggunaan 3 atau 4 ukuran huruf untuk teks utama akan mengacaukan perhatian siswa.

Selain beberapa poin di atas, untuk meningkatkan keterbacaan juga bisa dilakukan dengan penggunaan garis bawah dan efek kedip. Namun, yang perlu diperhatikan adalah penggunaannya tidak boleh berlebihan karena akan mengacaukan dan merusak pembelajaran.

Meskipun demikian, dalam desain grafis, legibility merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut menurut Danton Sihombing[11] karena kondisi yang majemuk dari audiennya, seperti masalah psikologis dan fisiologis yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan kegiatan membaca serta memahami isi dari sebuah naskah.

C.Seputar Tipografi

Menurut Adi Kusrianto, latar belakang munculnya tipografi atau ilmu tentang huruf dimulai sejak usaha manusia berusaha menuangkan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada orang melalui tulisan.[12] Selanjutnya, Dia mendefinisikan tipografi sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi menggunakan huruf cetak.[13] Dalam konteks pendidikan, bahan publikasi mencakup semua produk-produk pembelajaran baik cetak maupun non-cetak. Menyusun dalam pengertian ini adalah merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah komposisi yang tepat untuk memperoleh suatu efek tampilan yang dikehendaki.

Teks adalah bagian penting dalam desain grafis. Sedangkan desain grafis merupakan unsur penting dalam desain media pembelajaran. Pada posisi inilah pengenalan terhadap tipografi menjadi penting.

Para ahli mengelompokkan huruf dalam berbagai berbagai sudut pandang. Berdasarkan latar belakang sejarah tipografi, Sihombing mengklasifikasikan huruf menjadi 5 (lima), Old Style (Garamond, 1716), Transitional (Baskerville, 1757), Modern (Bodoni, 1788), Egyptian/Slab Serif (Century Expended, 1895), dan Contemporary/Sans Serif (Helvetica, 1957).[14] Untuk melihat lebih detail perkembangan bentuk huruf dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Perkembangan Huruf

(Adaptasi dari Danton Sihombing, 2007)

Berbeda dengan Sihombing, Adi Kusrianto mengklasifikan huruf berdasarkan 3 (tiga) sudut pandang, yaitu menurut kaitnya, sesuai kemiripan anatominya, dan menurut “The Type Book”. Pengelompokkan huruf menurut kaitnya yaitu melihat huruf sesuai dengan ada tidaknya counterstroke atau garis kait pada setiap ujungnya. Pengelompokkan huruf sesuai kemiripan anatominya adalah mengelompokkan huruf jika ditinjau dari kemiripan bentuk anatominya. Sedangkan pengelompokan huruf menurut “The Type Book” adalah pengelompokkan huruf berdasarkan sejarah diciptakan dan dikembangkannya dan menurut bentuk-bentuk huruf yang dapat dikelompokkan secara spesifik.[15]

Berdasarkan kaitnya, huruf dapat diklasifikasikan menjadi huruf “serif” (berkait) dan “sans serif” (tidak berkait).[16] Huruf serif memiliki garis-garis kecil (counterstroke) pada hampir semua letter yang posisinya berdiri horizontal terhadap badan huruf. Huruf-huruf serif antara lain Time New Roman, Bodoni BT, Americana, Arrus dan sebagainya.

Adapun huruf san serif adalah huruf-huruf tanpa serif (garis kait). Huruf-huruf ini memiliki sifat streamline, fungsional, dan kontemporer. Untuk pemakaian pada baris-baris teks yang panjang, huruf-huruf ini rendah dari sisi keterbacaan dan kejelasannya. Untuk lebih jelas, bandingkan kedua jenis huruf ini dengan melihat gambar berikut:

Gambar 2. Perbandingan Huruf-Huruf Serif dan San Serif

Pengelompokkan huruf sesuai dengan kemiripan anatominya, terbagi menjadi 6 (enam), yaitu:

a.Huruf Roman, yaitu huruf-huruf yang memiliki ciri ketebalan huruf yang tidak sama. Ada bagian yang dibuat lebih tebal, sedangkan bagian lainnya lebih tipis, seperti: Time New Roman, Charlesworth, Bremen, Optima, dan sebagainya.

b.Huruf Gothic, yaitu jenis huruf yang memiliki ciri ketebalan huruf yang sama, baik pada bagian yang lurus, lengkung, stroke (ekor) maupun barnya, seperti: AvantGarde Gothic, Century Gothic, Arial, Courier, dan sebagainya.

c.Huruf Text, yaitu jenis huruf yang memiliki ketebalan garis-garis yang ringan serta tidak memiliki wajah yang terlalu besar, seperti: Century Schoolbook, Gill Sans, Humanist 521 Lt BT, dan sebagainya. Huruf ini lebih khusus digunakan untuk badan teks.

d.Huruf Block, yaitu jenis-jenis huruf yang memiliki ketebalan sangat mencolok, seperti: Arial Black, Boton, Bremen, Eras Ultra, dan sebagainya. Umumnya jenis huruf ini digunakan untuk penulisan judul, huruf display dan kurang cocok untuk badan teks.

e.Huruf Script, yaitu jenis huruf yang diambil dari tulisan tangan, meskipun tidak selama demikian, karena berkembang menjadi Freehand dengan berbagai macam coraknya. Contoh-contoh hurufnya seperti: Brush Script, Staccato, Amazone BT, dan sebagainya.

f.Huruf Italic, yaitu jenis huruf yang strokes-nya tidak berdiri tegak, melainkan memiliki derajat kemiringan ke kanan, seperti: Eras Demi, Bazooka, Tubular, dan sebagainya. [17]

Untuk lebih jelas membandingkan dari keenam jenis huruf tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Pengelompokkan huruf berdasar kemiripan anatominya

D.Huruf dalam pengembangan media pembelajaran

Heinich, dkk. mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi 6 (enam) macam, yaitu nonprojected media (media yang tidak diproyeksikan), projected media (media yang diproyeksikan), audio media (media audio), motion media (media video dan film), computer-mediated instruction (pembelajaran berbantuan komputer), dan computer-based multimedia and hypermedia (multimedia dan hypermedia berbasis komputer).[18]

Media yang tidak diproyeksikan terdiri dari beberapa jenis yaitu: benda nyata (realia), replika dan model, kit multimedia, simulator, bahan cetakan (printed materials), foto, gambar, chart, poster dan grafik. Adapun media yang diproyeksikan adalah jenis media yang penggunaannya diproyeksikan ke layar. Jenis media yang tegolong ke dalam media yang diproyeksikan adalah overhead transparansi, film slide, dan gambar proyeksi komputer (Computer Image Projection).

Media audio adalah bahan suara (audio) yang direkam dalam format fisik tertentu. Secara fisik jenis media yang tergolong sebagai media audio adalah kaset audio dan disk audio. Adapun media video dan film adalah gambar bergerak yang direkam dalam format kaset video, Video Cassette Disc (VCD), dan Digital Versatile Disc (DVD).

Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh mahasiswa/siswa. Lebih dari itu, komputer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhan. Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk media di dalamnya.

Multimedia berbasis komputer dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih keterampilan dan kompetensi tertentu. Perkembangan teknologi komputer saat ini telah membentuk suatu jaringan (network) yang dapat memberi kemungkinan bagi siswa untuk berinteraksi dengan sumber belajar secara luas. Jaringan komputer berupa internet dan web telah membuka akses bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan terkini dalam bidang akademik tertentu. Diskusi dan interaksi keilmuan dapat terselenggara melalui tersedianya fasilitas internet dan web di sekolah/kampus.

Penggunaan internet dan web tidak hanya dapat memberikan kontribusi yang positip terhadap kegiatan pembelajaran siswa tapi juga bagi guru. Internet dan web dapat memberikan kemungkinan bagi guru untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan pada mata pelajaran yang menjadi bidang ampuannya. Melalui penggunaan internet dan web, guru akan selalu siap mengajarkan ilmu pengetahuan yang mutakhir kepada siswa. Hal ini tentu saja menuntut kemampuan guru itu sendiri untuk selalu giat mengakses website dalam bidang yang menjadi keahliannya.

Klasifikasi yang dilakukan Heinich, dkk. tersebut, akan dijadikan pijakan dalam mengaplikasikan huruf dalam mengembangkan media pembelajaran. Oleh karena huruf yang digunakan untuk masing-masing kelompok media itu berbeda-beda. Setiap jenis media terkadang “menuntut” jenis font tertentu, agar dapat memberikan pengaruh kepada audiennya.

1.Huruf-huruf untuk media-media yang tidak diproyeksikan

Pemilihan bentuk-bentuk huruf untuk media-media pembelajaran yang tidak diproyeksikan, khususnya bahan cetak, seperti buku teks, modul, LKS, dan sebagainya harus betul-betul cermat. Oleh karena media-media tersebut akan dibaca oleh audien (siswa) dalam jarak dekat. Selain itu, pada umumnya orang akan memahami terlebih dahulu bentuk visual (huruf) dari apa yang dilihatnya dan baru kemudian memahami apa yang dilihat itu.

Bentuk-bentuk huruf yang digunakan dalam media-media tersebut juga akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan membaca siswa. Menurut Adi, kecepatan membaca siswa dapat meningkat dan dapat pula menurun karena beberapa faktor, yaitu: bentuk huruf (readability dan legibility), kualitas cetakan, warna huruf, susunan huruf, bentuk paragraf, dan panjang-pendeknya baris teks.[19]

Uraian tersebut menunjukkan bahwa di dalam mengembangkan bahan-bahan cetak untuk pembelajaran tidak cukup dengan memilih bentuk huruf yang tepat saja. Akan tetapi ditentukan juga bagaimana kualitas cetakan huruf, warna huruf yang dipakai, bagaimana susunan huruf, bentuk paragraf dan panjang-pendeknya baris sebuah teks. Oleh karena itu, para pengembang bahan-bahan cetak untuk pembelajaran harus juga memperhatikan itu.

Sebagaimana diungkapkan Adi, bahwa sebuah bentuk huruf yang memilliki keterbacaan yang baik, sebelumnya ia harus memiliki kejelasan yang baik terlebih dahulu. Selanjutnya, ia juga menyatakan bahwa sebuah bentuk huruf memiliki keterbacaan paling baik jika ditampilkan pada kondisi tertentu. Ia mencontohkan bentuk huruf ITC Garamond Book Condensed memiliki keterbacaan yang paling baik pada ukuran 12 point atau pada leading 13 point. Huruf-huruf akan sulit dibaca jika disajikan pada ukuran 9 point, apalagi dengan leading kurang dari 110%.[20] Sebagai ilustrasi perbandingan perhatikan gambar berikut:

Gambar 4. Huruf Garamond pada ukuran 12 dan 9 point

Adapun bentuk font/huruf yang direkomendasikan bahan-bahan cetak adalah Time New Roman, Garamond, Book Antiqua, Palatino Linotype, Century, dan sejenisnya. Apabila kita amati font-font tersebut termasuk dalam font-font serif (berkait). Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut:

Gambar 5. Font-font untuk bahan cetak

2.Huruf untuk media pembelajaran yang diproyeksikan

Bentuk huruf yang disarankan untuk media-media pembelajaran yang diproyeksikan seperti OHT, slide presentasi, multimedia pembelajaran, dan sejenisnya adalah huruf-huruf yang tidak berkait (san serif). Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa huruf-huruf yang termasuk kategori san serif antara lain Arial, Verdana, Tahoma, Humanst dan sebagainya.

Pemilihan huruf untuk media yang diproyeksikan menjadi penting dan perlu dipertimbangkan dengan baik. Hal itu karena pemilihan huruf yang tidak tepat akan mengakibatkan proses komunikasi pembelajaran menjadi terganggu. Banyak dijumpai dalam pembelajaran, bahwa materi pembelajaran yang ditampilkan oleh guru atau dosen tidak memberikan efek yang mengesankan terhadap siswa/mahasiswanya karena pemilihan huruf yang tidak tepat. Sebagai ilustrasi, bandingkan pemilihan huruf dalam slide presentasi di bawah ini:

AB

Gambar 6. Slide presentasi yang menggunakan huruf san dan san serif

Jika kedua slide presentasi tersebut diproyeksikan, gambar B akan lebih mudah dan enak dibaca serta mata siswa/mahasiswa tidak akan cepat lelah ketika membacanya dari pada gambar A.

3.Huruf untuk media berbasis web

Memutuskan sebuah font yang tepat untuk mendesain sebuah website atau situs merupakan suatu hal sangat penting. Hal itu karena terkadang sebuah font yang kita pilih itu mencerminkan situs yang kita desain. Di samping itu, secara psikologis sebuah font juga dapat memberikan pengaruh secara visual.

Dalam penggunaan font untuk website, para ahli tidak membedakan antara jenis font san dan san serif. Kedua jenis font tersebut sama-sama dapat digunakan untuk mendesain sebuah website. Menurut Shannon[21], font verdana (termasuk jenis san serif) merupakan model huruf yang paling banyak digunakan dalam website. Alasannya adalah karena sifatnya yang jelas dan tingkat keterbacaannya yang cukup tinggi pada layar meskipun pada ukuran yang agak kecil. Selain itu, karena memang font ini didesain dengan mempunyai jarak antara huruf yang melebihi font Sans Serif. Meskipun demikian, font ini memiliki regibility dan readability yang baik pada ukuran 11 point.

Selain font Verdana, web designer juga sering menggunakan font Tahoma. Sejatinya font ini digunakan di Windows XP sebagai font interface. Kelebihan dari font Tahoma adalah bahwa font ini mempunyai jarak antara karakter yang lebih kecil dibanding Verdana, sehingga lebih efektif bila digunakan dalam penulisan kotak dialog. [22]

Jika akan menggunakan jenis font san (berkait), Georgia adalah model font yang populer dipilih dalam mendesain sebuah situs. Georgia memang didesain khusus untuk penggunaan di komputer. Font ini akan terlihat bagus pada ukuran 14 point. Untuk lebih jelasnya, lihat gambar berikut:

Gambar 7. Jenis font untuk website

E.Penutup

Dari uraian tersebut dapat ditunjukkan bahwa desain visual merupakan faktor penting dalam pengembangan media pembelajaran. Sebuah media tidak akan cukup hanya dipandang dari sisi materi saja. Lebih dari itu, materi-materi yang ada harus didesain sedemikian rupa sehingga materi-materi itu mudah ditangkap oleh audien. Tidaklah bermanfaat, materi yang baik pada sebuah media, tetapi materi-materi itu tidak jelas dan susah dibaca.

Pemahaman seorang pengembang media pembelajaran terhadap tipografi atau ilmu tentang huruf menjadi sangat penting. Huruf adalah salah satu unsur penting yang turut menentukan apakah sebuah pesan atau materi pembelajaran dapat jelas dibaca. Oleh karena itu, pemilihan huruf yang tepat di dalam mendesain sebuah media pembelajaran menjadi mutlak adanya, apakah itu media yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, ataukah media berbasis web. Hal itu karena masing-masing jenis-jenis media “menuntut” penggunaan huruf yang relevan.



DAFTAR PUSTAKA

Adi Kusrianto, Tipografi Komputer untuk Desain Grafis, (Yogyakarta: Andi, 2004)

..........., Huruf Display dengan Komputer dan Manual, (Yogyakarta: Andi, 2005)

..........., Pengantar Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Andi, 2007)

Danton Sihombing, Tipografi dalam Desain Grafis, (Jakarta: Gramedia, 2001).

Fathul Wahid, Kamus Istilah Teknologi Informasi, (Yogyakarta: Andi, 2002).

Heinich, R., et.al., Instructional Media and Technology for Learning. Englewood Clifft (4th ed.), (New Jersey: Prenctice-Hall, Inc., A Simon & Schuster Compani, 1996).

http://fotokuunik.com/?tag=resolusi-cetak, diakses pada 1 Mei 2010.

http://kertasgrafis.com/?menu=IndustriGrafis&nid=idj4k&id=102 diakses pada 1 Mei 2010.

http://yourhtmlsource.com/text/webtypography.html, diakses pada 4 Mei 2010

http://waena.org/index.php?option=com_content&task=view&id=100&Itemid=42 diakses pada 6 Mei 2010

Iversen, E.R., Producing a Multimedia Product-Design Phase. Diambil di http://stc.org/confproceedd/ pada 10 Desember 2009.

Seels, B.B. & Richey, R. C., Instructional Technology: The Definition and Domain of the Field, (Washinton D.C.: AECT, 1994).

Safanayong, Yongky, Desain Komunikasi Visual Terpadu, (Jakarta: Arte Intermedia, 2006)

BIODATA PENULIS

Sigit Purnama, S.Pd.I., M.Pd. dilahirkan di Gunungkidul, 31 Januari 1980. Pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) IAIN Sunan Kalijaga (2003) dan pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Pembelajaran (TP) Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (2006). Saat ini sebagai dosen pada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. HP: 081 328 300 924, E-mail: sigit_80@yahoo.com.[]

[1] Seels, B.B. & Richey, R. C., Instructional Technology: The Definition and Domain of the Field, (Washinton D.C.: AECT, 1994) hal. 35

[2] lih. Iversen, E.R., Producing a Multimedia Product-Design Phase. Diambil di http://stc.org/confproceedd/ pada 10 Desember 2009.

[3] Safanayong, Yongky, Desain Komunikasi Visual Terpadu, (Jakarta: Arte Intermedia, 2006) hal. 3

[4] Fathul Wahid, Kamus Istilah Teknologi Informasi, (Yogyakarta: Andi, 2002) hal. 237

[5] lih. http://fotokuunik.com/?tag=resolusi-cetak, diakses pada 1 Mei 2010.

[6] lih. http://kertasgrafis.com/?menu=IndustriGrafis&nid=idj4k&id=102 diakses pada 1 Mei 2010.

[7] lih. Fathul Wahid, Kamus Istilah Teknologi..., hal. 238. Lihat juga http://zhillanku.multiply.com/journal/item/75, diakses pada 1 Mei 2010.

[8] Heinich, R., et.al., Instructional Media and Technology for Learning. Englewood Clifft (4th ed.), (New Jersey: Prenctice-Hall, Inc., A Simon & Schuster Compani, 1996) hal. 71.

[9] Danton Sihombing, Tipografi dalam Desain Grafis, (Jakarta: Gramedia, 2001) hal. 58

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun