Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Batandang yang Telah Lekang oleh Zaman

20 Oktober 2022   11:45 Diperbarui: 24 Oktober 2022   14:30 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batandang, Foto Repro/Dokumentasi pribadi

PDKT atau "pendekatan", umumnya dilakukan antara perempuan dan laki-laki yang tertarik satu sama lainnya untuk memulai hubungan yang lebih serius. Dari PDKT kemudian pacaran selanjutnya jika ada kecocokan maka pasangan tersebut melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Di daerah Kerinci, Provinsi Jambi, ada istilah basakire atau bamudo yang artinya pacaran, dilakukan setelah PDKT terlebih dahulu. Proses PDKT yang dilakukan dari zaman dahulu dikenal dengan istilah "Batandang". Batandang berasal dari kata bertandang, yang artinya bertamu, berkunjung, singgah.

Sebelum seorang pemuda akan batandang maka diberikan informasi lewat perantara bahwa ada seseorang yang akan batandang malam nanti ke rumah si gadis. Jika pihak si gadis setuju maka batandang akan terjadi, namun jika ditolak apa boleh buat batandang batal dilakukan.

Biasanya pemuda akan datang sendirian atau membawa pendamping dalam batandang dan si gadis mesti ditemani oleh ibunya atau perempuan baya. Adat melarang batandang hanya dilakukan berdua saja. Ada sanksi adat jika pemuda dan gadis berduaan, akan dikenakan denda adat.

Walaupun batandang tidak ada aturan tertulis namun berdasarkan budaya, adab sopan santun maka pemuda yang batandang duduk dekat pintu masuk dan tidak boleh masuk terlalu jauh ke dalam rumah si gadis.

Dalam budaya Kerinci, seorang pemuda akan batandang ke rumah seorang gadis bisa dilakukan pada siang atau malam hari. Sang pemuda akan mengungkapkan isi hatinya dengan nyanyian tradisional atau pantun. Wah romantisnya.

Seperti pantun berikut ini.

Pegi ku rimbo mumikat balam (pergi ke rimba memikat balam)
Balamnyo kno si tigo gayo (balamnya kena si tigo gayo)
Hati mabuk siang ngan malam (hati mabuk siang dengan malam)
Mabuk di adik saparoh nyawo (mabuk pada adik separuh nyawa)

Jika sang gadis setuju, kadang mereka akan bertukar hadiah khusus dan batandang akan dilanjutkan pada waktu berikutnya. Namun jika sang gadis menolak tentu saja sang pemuda terpaksa menerima penolakan tersebut. Bunga tidak setangkai, bukan?

Tempat batandang tidak mesti di rumah si gadis tapi juga bisa di rumah orang lain yang masih ada hubungan keluarga. Jika batandang dilakukan di rumah si gadis maka akan ditemani oleh ibunya. Kalau batandang dilakukan di rumah orang lain maka si gadis akan ditemani oleh perempuan agak baya yang ada di rumah tersebut.

Dalam batandang terjadi proses pengenalan satu sama lain, bercakap-cakap agar lebih akrab. Melakukan penjajakan agar ada kecocokan satu sama lain. Bamudo atau pacaran ini tidak ada batas waktu, tergantung kapan siap menuju pelaminan, atau jika tidak cocok putus di tengah jalan. Jika sekiranya sepasang muda-mudi ini sudah merasa cocok dilanjutkan melalui proses batuek atau melamar dan bersiap ke pelaminan.

Namun, kini zaman sudah modern dan budaya batandang sudah sulit dijumpai. Anak-anak muda sudah punya jalannya sendiri menemukan jodohnya. Gaya pacaran dengan ditemani orang yang lebih tua terasa sungkan bagi mereka. Tidak ada pertemuan di rumah panggung dengan ditemani lampu templok (lampu sumbu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun