Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ke Mana Perginya Anak Muda Calon Petani Milenial?

7 November 2021   14:06 Diperbarui: 7 November 2021   14:14 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ke mana perginya anak muda calon petani- dok. Guido

Saat ini negeri kita kekurangan petani milenial. Dan itu fakta! Trennya hampir setiap tahun terjadi penyusutan jumlah tenaga kerja usia muda yang bekerja di sektor pertanian.

Data statistik ketenagakerjaan sektor pertanian menyatakan bahwa, pada tahun 2020 jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih didominasi oleh petani tua dengan usia di atas 45 tahun atau sebanyak 71%, dan sisanya 29% adalah petani milenial atau 45 tahun ke bawah.

Lalu, jika sebagian besar kaum milenial saat ini tak mau menjadi petani dan memilih bermigrasi ke kota, lantas bagaimana dengan mereka yang masih setia membajak sawah dan ladang di desa?

Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu saja menjadi penting jika sejenak direnungkan, berikut memantik tanya lebih jauh akan seperti apa sektor pertanian kita pada dua puluh tahun atau bahkan separuh abad dari sekarang apabila tanpa peran kaum muda.

Dalam banyak artikel yang sudah saya tuliskan jauh hari sebelumnya, pokok babaran saya selalu menitik-beratkan pada pentingnya para milenials desa dalam mengolah lahan dan bukan malah dengan menjualnya atau dikonversi ke non-pertanian.

Sederhananya, tanah musti digarap agar menjadi lahan produktif dan bukan malah mendambakan mukjizat utopis yang belum pasti di kota yang menjadi tujuan rantauan.

Okelah, tak ada salahnya apabila kota selalu dinarasikan sebagai tempat yang tepat untuk mengadu nasib agar kelak hidup sejahtera.

Tapi, jika bertolak dari pengalaman, tak semua pemuda-pemudi desa yang bermigrasi ke kota selalu bernasib mujur, dalam artian mendapatkan pekerjaan yang layak. Lantaran tak sedikit dari mereka yang hidup kelabakan karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Bertolak dari fakta itu, pada tulisan kali ini saya hanya ingin mengajak kaum muda yang saat ini masih tinggal di desa untuk melihat persoalan ini dengan kepala jernih. Maksud saya, kita perlu melihat desa sebagai tempat pontesial untuk bekerja dan agar tetap survive, tentu saja.

Seperti kita ketahui bahwa, aktivitas pertanian masih terkosentrasi di wilayah pedesaan. Jadi, bagi milenials yang memilih jalan hidup sebagai petani di desa, maka jalan berpikirnya adalah bagaimana memfungsikan tanah, mengairi persawahan, mengolah perkebunan, dlsb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun