Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Permen Union

5 November 2021   12:30 Diperbarui: 5 November 2021   15:41 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pedagang yang berusia belia | Foto diambil dari Jabarprov.go.id

"Permen jahe ... permen jahe. Hanya lima ribu satu karung. Silakan dicoba Pak. Yang suka ...yang suka, permen jahe. Silakan Bu".

Seorang remaja belasan tahun terus bercoteh sambil membagi-bagikan permen jahe kepada para penumpang bis kota. Dari depan sampai belakang. Tidak ada yang terlewat satupun. 

Dari bagian belakang bis ia kembali menghampiri para penumpang satu per satu. Satu dua penumpang menyerahkan satu lembar uang lima ribu rupiah sebagai tanda berkenan membeli. Yang lainnya mengembalikan permen jahe kepada remaja itu. Begitulah cara remaja itu berjualan.

Bis Kota belum lagi bergerak keluar dari Terminal Purabaya, aku teringat kembali masa-masa hampir 50 tahun yang lalu.

"Peremen ... peremen... peremen. Peremen union.. peremen union ... peremen union". Seorang anak usia 10 tahunan menawarkan dagangannya kepada siapa saja yang berpapasan dengannya. Anak itu, sebut saja Jajang namanya. 

Ia murid kelas 4 di sebuah SD di desa kami. Ia biasa berjualan siang hari selepas pulang sekolah. Ini jika kebetulan sekolahnya masuk pagi. Jika sekolahnya masuk siang maka ia berjualan di pagi hari sebelum sekolah.

Jajang terlahir dari keluarga sederhana. Dia merupakan anak tertua dari 6 bersaudara. Ibunya baru saja melahirkan anak keenam atau adiknya yang paling kecil. 

Ayahnya hanya seorang petani kecil dengan beberapa petak sawah. Sebagai petani kecil, penghasilan orangtuanya tidaklah seberapa. Karena itulah Jajang dan adik-adiknya tidak pernah mendapatkan uang jajan.

Jajang hanyalah anak kecil usia 10 tahun yang belum berpikir terlalu jauh. Membantu meringankan beban orang tua misalnya. Kalau dia menjadi pedagang asongan dengan berjualan permen, itu semata-mata karena ingin mendapatkan uang jajan. Karena itu pulalah di awal-awal ia berjualan, ia selalu mengambil dulu keuntungannya. 

Meskipun baru berumur 10 tahun ia sudah pandai berkalkulasi. Modal yang ia keluarkan untuk membeli permen Rp. 80,-. Jika daganganya habis akan menghasilkan Rp. 100,-. Maka keuntungannya adalah Rp. 20,-. Saat ia sudah berhasil mendapatkan Rp. 20 dari jualannya, maka diambilnya yang Rp. 20. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun