Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sampah pada Hati dan Pikiran

30 September 2021   10:13 Diperbarui: 30 September 2021   10:28 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar :pixabay.com 

Benar-benar heran. Makanan sisa sudah dibuang, sembarangan pula. 

Setahu saya semua karyawan yang bekerja minimal sudah SMA. Masa hal sederhana begini tidak mengerti. Kalau tahu orangnya saya ingin mengajari cara membuang sampah yang benar. 

Otak saya terus berputar mencari jawaban. Ada rasa marah dan juga berpikir macam-macam. 

Baru menjelang siang seketika jadi waras. Saya tertawa dengan kondisi yang terjadi. Mengapa saya begitu bodoh menguras otak dan hati hanya karena masalah sampah ini?

Tanpa sadar karena urusan sampah saya mengotori  pikiran dan hati dengan sampah emosi negatif. Yang secara tidak langsung sudah meracuni diri sendiri. Artinya merusak kesehatan. Paling tidak yang secara langsung muncul rasa taknyaman. 

Berlindung di balik rasa penasaran  dan ingin memberi pelajaran kepada orang yang membuang sampah seenaknya itu. Bukan mendapat kebenaran, justru pembenaran. 

Tidak hanya itu, pada saat yang sama juga tanpa menyadari telah mencemari semesta ini dengan energi negatif. Paling tidak telah menjadi bagian yang telah mengotori semesta. 

Karena apapun yang dipikirkan, walaupun belum terwujud telah menciptakan energi tersendiri. Positif atau negatif. 

Akumulasi energi positif akan melahirkan kedamaian  di bumi, sedangkan energi negatif akan berupa bencana dalam berbagai bentuk. 

Bisa jadi sebuah bencana yang terjadi akibat dari sumbangsih energi negatif dari diri ini. Dikatakan mengalami bencana jangan menyalahkan siapapun, tetapi menerima dengan ikhlas. Karena itu yang harus terjadi. 

Tanpa menyadari bahwa sampah-sampah pikiran dan hati akan menjadi bencana suatu hari. Ibarat uap air yang naik ke langit lalu turun kembali berupa hujan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun