Benar-benar heran. Makanan sisa sudah dibuang, sembarangan pula.Â
Setahu saya semua karyawan yang bekerja minimal sudah SMA. Masa hal sederhana begini tidak mengerti. Kalau tahu orangnya saya ingin mengajari cara membuang sampah yang benar.Â
Otak saya terus berputar mencari jawaban. Ada rasa marah dan juga berpikir macam-macam.Â
Baru menjelang siang seketika jadi waras. Saya tertawa dengan kondisi yang terjadi. Mengapa saya begitu bodoh menguras otak dan hati hanya karena masalah sampah ini?
Tanpa sadar karena urusan sampah saya mengotori  pikiran dan hati dengan sampah emosi negatif. Yang secara tidak langsung sudah meracuni diri sendiri. Artinya merusak kesehatan. Paling tidak yang secara langsung muncul rasa taknyaman.Â
Berlindung di balik rasa penasaran  dan ingin memberi pelajaran kepada orang yang membuang sampah seenaknya itu. Bukan mendapat kebenaran, justru pembenaran.Â
Tidak hanya itu, pada saat yang sama juga tanpa menyadari telah mencemari semesta ini dengan energi negatif. Paling tidak telah menjadi bagian yang telah mengotori semesta.Â
Karena apapun yang dipikirkan, walaupun belum terwujud telah menciptakan energi tersendiri. Positif atau negatif.Â
Akumulasi energi positif akan melahirkan kedamaian  di bumi, sedangkan energi negatif akan berupa bencana dalam berbagai bentuk.Â
Bisa jadi sebuah bencana yang terjadi akibat dari sumbangsih energi negatif dari diri ini. Dikatakan mengalami bencana jangan menyalahkan siapapun, tetapi menerima dengan ikhlas. Karena itu yang harus terjadi.Â
Tanpa menyadari bahwa sampah-sampah pikiran dan hati akan menjadi bencana suatu hari. Ibarat uap air yang naik ke langit lalu turun kembali berupa hujan.Â