Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kotak Ketulusan buat Sahabat

16 Agustus 2021   11:43 Diperbarui: 16 Agustus 2021   11:52 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak ketulusan (Foto oleh cottonbro dari Pexels)


Sahabat, ada satu puisi yang kuharap kau menyimpannya sendiri, ada waktu aku menghadirkannya hanya untuk kau nikmati saja. Beribu debu menimbuni kotak kenangan dalam tepian angan.

Seperti kesah yang kusandarkan di muka pintu rumahmu yang berwarna merah jambu, kawanku.

Kesah tentang kisah sebuah kotak usang yang berdebu, kulihat hanya satu di toko ujung jalan itu. Kotak usang ini sudah lama berdiri menunggu, namun tiada juga yang ingin memberikan.

Kutanya si pemilik toko, mengapa ia masih saja ada di situ dan dibiarkan berdebu?

Wanita berbadan lebar itu menurunkan kacamata kecil yang menempel di hidungnya, menatapku erat, lalu berkata dengan berat, "Tidak ada yang mau kotak usang itu. Kalau Kau mau ambil saja buatmu. Mereka yang sudah tahu selalu mengembalikannya padaku. Mengeluh, karena isinya hanya sebuah rasa yang ga seru."

"Rasa apa itu, Nyonya?"

"Rasa tulus, Kau mau? Simpanlah, bawalah pulang, aku masih punya banyak di gudang."

Aku pulang. Di perjalanan aku melihat sekejap, ternyata di dalam kotak itu ada sinar gemerlapan. Sinar ketulusan, kurasa. Lalu aku mengambilnya segenggam. Andai saja ada seorang yang tulus mau menerima begitu saja.

Kusandarkan sinar ini di depan pintu rumahmu. Sepulang dari kerja, mungkin kau akan mendapatinya menerangi  kamar kosmu yang penuh warna, pasti indah. Itu pikirku.

Aku mengetuk pintumu dan berlalu. Bersembunyi di satu sudut rumah di tikungan yang membentang. Sambil menunggu reaksimu jika tahu.

Dalam gundah gulana menanti penuh rasa ingin tahu. Adakah kau menerima dengan sukacita? Itulah harapanku, kebahagiaanmu.

Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu. Tiada reaksi yang nampak di pintu. Pikirku akan kunanti 15 menit lagi. Namun nyatanya tiada jua terlihat kau turun membuka pintu dan menikmati segenggam cahaya ketulusan dari hatiku.

Ada sedikit resah namun ku telah pasrah. Ada sedikit harap, sekiranya saja segenggam ketulusan itu menyentuh hatimu. Entah nanti, esok, atau lusa.

Kini aku semakin mengerti ketulusan, bahwa memberi dan berbagi kebaikan bagianku. Bagaimanakah respon penerima adalah sisi lain karya Yang Maha Kuasa.

Aku hanya bisa memberi dalam ketulusan tanpa boleh memaksa mereka menerima, termasuk kau pula, sahabat. Teriring doa terbaikku untukmu. Bagianku memberikan isi kotak itu padamu, iya ketulusan.

Written by Ayuri untuk Inspirasiana
(Ayu dan Ari)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun