Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Putu Mayang

25 Februari 2021   11:53 Diperbarui: 25 Februari 2021   12:06 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kue putu mayang(Shutterstock/Ariyani Tedjo)

Delman melaju di jalanan aspal
Berpacu di antara kemacetan ibu kota
Menembus bunyi klakson dan umpatan

Tanjidor bergemuruh di tepi Setu Babakan
Mengarak ondel-ondel menari jejingkrakan
Hilang sudah keluh kesah. Hanya keriaan

Penari topeng meliuk-liuk di pelataran
Gambang mengalun di antara gelak tawa
Di Betawi, orang menyebutnya Jakarta

Lima pesilat berpeci merah mulai beraksi
Berbalas pantun membuka keramaian
Lebaran Betawi, orang menyebutnya pesta

Lenong berseru di ujung panggung
Tontonan sarat tuntunan ramai pengunjung
Si Jantuk sampai terantuk, aduh biyung

Bir pletok mulai dituang, kerak telor dihidang
Gabus pucung, nasi uduk dan putu mayang
Doa dipanjatkan sebelum makan, syukuran.

Tiba azan subuh berkumandang.
Penari, pesilat, lenong dan topeng pulang
Keramaian, keriaan, syukuran usai sudah

Si Jantuk menjadi satpam, di mal bilangan
Pesilat menjaga parkir di sudut pasar
Penari menjemur pakaian di dalam gang

Di kota yang katanya Ibu kota
Budaya dianggap hanya cuci mata
Sejuk sementara, hilang setelahnya

Dian Albatami untuk Inspirasiana
24/02/21

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun