Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Humor Anak Asrama: Belajar Bahasa Daerah Memang Meriah

28 Oktober 2020   11:25 Diperbarui: 28 Oktober 2020   11:57 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Fragmen Gatotkaca Lahir Kelompok masyarakat peduli budaya Sorjan menggelar pementasan fragmen berjudul Gatotkaca Lahir di Perempatan Tugu, Yogyakarta, Senin (24/7/2017)

Menyambung humor anak asrama edisi lalu, kali ini Divisi Humoriana Inspirasiana kembali menyajikan humor anak asrama edisi terbaru. Temanya adalah belajar bahasa daerah. Selagi masih bulan bahasa dan memeriahkan 12 tahun Kompasiana rumah kita bersama, yuk baca dua humor belajar bahasa daerah memang meriah ini:

Kisah Pertama: Selamat Pagi menurut "Guru Palsu"

Salah satu kebahagiaan para anak asrama sebuah asrama di Kota Jogja adalah saat anggota baru dari luar Jawa belajar bahasa Jawa. Memang Bahasa Jawa penting diketahui para warga asrama yang sehari-hari bergaul dengan warga Jogja.

Nah, agar lancar berbahasa Jawa, warga asrama asal luar Jawa minta diajari para warga asal Jawa Tengah dan Jogja. Seorang bernama samaran Floridanus bertanya Jawanus,”Apa bahasa Jawanya selamat pagi?” 

Dengan mantap si Jawanus menjawab,”Selamat pagi itu monggo gelut. Jadi kalau kamu ketemu pembina asrama langsung aja bilang,”Monggo gelut, Pak”.

Si Floridanus pun mengangguk. Tak lama dia bertemu Bapak Pembina di dapur.”Monggo gelut, Pak!”, sapanya.. 

Pak Pembina kaget setengah hidup. “Heh, siapa yang mengajari kamu? Kurang ajar betul!” 

Floridanus juga ikut-ikutan kaget. “Apa salah saya, Pak?” tanyanya polos. 

Monggo gelut itu berarti mari berkelahi,” jawab si pembina. “Tenang saja, Floridanus, saya tidak marah. Coba panggil "guru palsu" yang mengajarimu tadi. Nanti saya suruh dia gelut dengan kamu…hehehe..”, kata Pak Pembina sambil tersenyum-senyum. 

Kisah Kedua:  Tanpa Cacat

Selama di asrama, warga asrama juga diberi tugas bergiliran untuk membaca bacaan dalam bahasa Jawa. Tujuannya agar semakin lancar berbahasa Jawa dalam pergaulan sehari-hari.

Nah, suatu hari seorang warga asrama dari luar Jawa, sebut saja namanya si Betako diminta membaca sebuah teks singkat berbahasa Jawa.

Betako dengan lantang membaca di hadapan teman-teman dan pembina asrama. Ia berseru, ”Wong kang becik iku wong kang urip tanpo cocot"

Spontan pembina dan teman-teman yang bisa bahasa Jawa tertawa terbahak-bahak.

Soalnya, si Betako salah mengucapkan kata "tanpa cacat" menjadi "tanpo cocot". 

Si Betako mengatakan kalimat yang jika diterjemahkan artinya: "Orang yang hidupnya baik itu orang tanpa cocot (alias tanpa mulut dalam bahasa Jawa tingkat paling bawah).

Maklumlah, bahasa Jawa memang susah. Huruf a kadang dibaca o. Kadang a tetap dibaca a. Lha, bingung kan? Sulit memang mengucapkan boso Jowo tanpo cocot, eh tanpo cacat. Hehehe..kabur!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun