Mohon tunggu...
Laode Insan
Laode Insan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writerpreneur

Writerpreneur (Novelist, Movie Scriptwriter, Violinist) | Penulis novel Serdadu Pantai, penerbit Grasindo

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel "Serdadu Pantai" dan Benteng Keraton Buton

25 November 2019   09:30 Diperbarui: 25 November 2019   09:33 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Keraton Buton (foto: Laode Insan)

Buton. Mungkin sebagian orang akan langsung teringat dengan 'aspal' ketika mendengar kata "Buton". Ya, memang Pulau Buton yang berada di sisi tenggara Sulawesi merupakan salah satu penghasil aspal alam dengan kualitas terbaik. Penelitian eksplorasi yang pernah dilakukan menunjukan hasil bahwa deposit aspalnya mencapai 650 juta ton, berkadar 10-40 persen dan terletak hanya 1,5 meter di bawah permukaan tanah.

Bisa dibandingkan dengan aspal alam yang dikelola di Amerika yang hanya berkadar 12-15 persen, atau di Danau Trinidad, Prancis yang berkadar 6-10 persen, dengan letak ratusan meter di bawah permukaan tanah.

Tetapi selain kata 'aspal', sebenarnya masih ada lagi lho hal menarik lainnya di Buton. Apakah itu?

Di pulau Buton, ada satu warisan budaya berupa Benteng Keraton Buton atau Benteng Keraton Wolio. Benteng ini terletak di kota Baubau dan termasuk sebagai  Cagar Budaya Nasional yang telah tercatat dalam rekor MURI. Juga tercatat dalam Guiness of Record pada tahun 2006, sebagai Benteng terluas di Dunia.

Benteng Keraton Buton memiliki panjang keliling mencapai 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4-8 meter dan lebar (tebal) 2 meter. Luasnya sekitar 22 hektar. Benteng Keraton Buton ini bukan warisan para penjajah di tanah air, tapi murni dibangun dari hasil kerjasama gotong royong rakyat Buton pada saat itu, dimulai pada masa kepemimpinan Sultan Buton ke-3 bernama La Sangaji. 

Kompleks Benteng ini merupakan eks wilayah Kesultanan Buton. Termasuk salah satu kerajaan/kesultanan dari seratusan kerjaan dan kesultanan yang ada di Nusantara. Selain di Buton, masih ada lagi benteng lainnya yang tersebar di pulau sekitar dan semua itu termasuk dalam bagian dari wilayah Kesultanan Buton pada masanya.

Sisi utara Benteng Keraton Buton (Foto: Laode Insan)
Sisi utara Benteng Keraton Buton (Foto: Laode Insan)
Pada mulanya Kerajaan Buton (Wolio) berdiri pada awal abad ke-15 (1401 -- 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Nasional karena telah tercatat dalam naskah Negara Kertagama Karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. 

Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke -- 13. Dalam manuskrip di Belanda, sejarah tentang Buton dalam melawan VOC Belanda.    

Lawana Anto. Salah satu Gerbang Benteng Keraton Buton (Foto: Laode Insan)
Lawana Anto. Salah satu Gerbang Benteng Keraton Buton (Foto: Laode Insan)
Sebagai salah satu putera daerah Buton, tentunya saya merasa gembira dengan warisan budaya tersebut. Bentuk kecintaan saya pada pelestarian warisan budaya tersebut adalah dengan mempromosikan warisan budaya tersebut dalam sebuah novel berjudul "Serdadu Pantai".  Tidak hanya sekedar memuat nama Benteng Keraton Buton, tapi dalam novel saya tersebut juga merupakan bagian dari cerita tentang bagaimana para tokoh utama datang ke acara festival Keraton Buton yang pada masanya sering diadakan di Buton. 

Kisah inspiratif dalam novel Serdadu Pantai dengan setting cerita di Pulau Buton ini, pada akhirnya bukan hanya sekedar  cerita novel biasa. Tapi harapan lain dari saya adalah novel ini sebagai salah satu bentuk dukungan untuk mempromosikan potensi warisan budaya Kesultanan Buton pada khalayak luas. Selain itu juga, sebagai pembangunan karakter pada anak sejak dini.

Bagaimana mereka menunjukkan nilai moral. Salah satu tema besar dari novel ini juga tentang upaya untuk mengajarkan pada anak tentang pentingnya menjaga lingkungan. Terutama laut dan pantai. Laut yang selama ini mungkin dianggap sebeleah mata oleh sebagian orang, seharusnya berubah cara pandangnya bahwa laut adalah teras, halaman rumah kita. Bukan tempat membuang sampah. Pulang dari wisata ke laut dan pantai seharusnya meninggalkan kenangan, bukan meninggalkan sampah.

Novel ini juga ingin mempromosikan potensi alam pantai dan aneka hayati biota laut di Buton, termasuk salah satunya yang  terkenal; Taman Laut Wakatobi. Taman laut sebagai Biosfer laut dunia. Keindahan dan kearifan lokal yang ada di Buton secara umum itu termuat dalam novel 'Serdadu Pantai'.

Serdadu Pantai (Grasindo)
Serdadu Pantai (Grasindo)

Nah, novel Serdadu Pantai ini akan terbit lagi loh, dengan cover baru dan Penerbitnya adalah Grasindo. Kisahnya semakin seru dan menginspirasi.

Insya Allah Desember 2019 telah beredar di seluruh Toko Buku di Indonesia.

Novel Serdadu Pantai (Foto: Grasindo)
Novel Serdadu Pantai (Foto: Grasindo)

Quote Serdadu Pantai (foto: Grasindo)
Quote Serdadu Pantai (foto: Grasindo)
Quote Serdadu Pantai ( foto: Grasindo)
Quote Serdadu Pantai ( foto: Grasindo)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun