Transportasi dan perhitungan untuk meminimalkan pengeluaran selalu menjadi kalkulasi masyarakat, namun kalkulasi itu tidak akan menjadi lebih kuat dari sebuah regulasi yang mengaturnya secara merata dan adil | Ino Sigaze.
Transportasi laut akhir-akhir ini sering menjadi pilihan sarana transportasi masyarakat untuk bepergian dengan berbagai tujuan.
Masyarakat NTT tentu memiliki pilihan sarana transportasi yang berbeda dengan masyarakat dari provinsi lainnya.Â
Orang bisa lebih memilih kereta api daripada pesawat, demikian juga masyarakat NTT, jika tidak terdesak oleh waktu, maka pilihan mereka adalah sarana transportasi laut.
Pilihan fasilitas transportasi ini dipengaruhi oleh pertimbangan dan kemungkinan yang paling menguntungkan bagi para penggunanya.
Kemungkinan paling menguntungkan itu berkaitan dengan biaya yang bisa dijangkau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.Â
Pasalnya, biaya untuk pembelian tiket masuk dalam satu logika yang sulit dipertanggungjawabkan: jika rute penerbangan semakin ke timur Indonesia, maka tiketnya semakin mahal.
Coba bayangkan, di bulan Februari, tiket pesawat dari Maumere ke Surabaya mencapai harga Rp. 2.300.000, dan pada awal Maret sudah naik menjadi Rp2.900.000 dari Surabaya ke Maumere.
Bisa saja penentuan harga ini sama sekali di luar jalur regulasi pemerintah. Memang, pemerintah memiliki kebijakan seperti penurunan harga tiket pada Natal dan Tahun Baru, berkisar 7,5--10%. Bahkan di momen Ramadan ini, harga tiket turun hingga 13--14%.
Tetapi, apakah kepedulian pemerintah hanya pada momen yang berkaitan dengan keagamaan saja?