Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malam Kenangan Mereka Berdua yang Bersatu

6 Desember 2021   00:34 Diperbarui: 6 Desember 2021   01:04 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Malam kenangan mereka berdua yang bersatu | Dokumen pribadi oleh Ino

Malam untuk bersatu di rumah bersama keluarga dan teman-teman, malam yang tidak biasa di kotaku. Malam sunyi tanpa banyak pengunjung di jalanan.

Malam itu terlihat berdua melampaui titik-titik putih melampaui jalanan. Bergandengan tangan menelusuri kota di depan sebuah toko Cogito ergo sum.

"Aku berpikir maka, aku ada", malam itu begitu sunyi, hanya ada pengandaian liar bersama nalar-nalar kecil:  Aku ingin mengabadikan momen ini, mungkin malam ini jadi kenangan tentang mereka berdua yang bersatu.

Mereka pernah berdiri menatap Tanen Baum kemudian berjalan lalu dalam sunyi tanpa kata pujian apa pun. Dengan tertuduk keduanya berjalan melintas pada tapak-tapak sunyi kota itu.

Mereka terlihat akrab berdua sendiri. Kesunyian dan kesendirian yang tidak biasa terjadi. Mengapa semua ini bisa seperti itu?

Malam pun berubah, tidak lagi seperti malam-malam pada tahun-tahun sebelumnya. Malam ini dihimpit ketakutan dalam kecaman Omicron yang tak berwajah.

Bagiku malam ini adalah malam penuh doa. Malam saat pertama melihat kepulan asap gunung Semeru. Malam tidak enak karena dihimpit haru tak terbayang debu panas dan lahar-lahar gunung meleleh ke lereng dan perkampungan.

Omicron dan Semeru mengapa kalian tidak ramah menyapa kebebasan kaumku? Kami ingin hidup dalam kebebasan. Kami ingin menyaksikan dan mengalami suatu malam bersama teman-teman di jalanan.

Malam penuh bahagia saat melihat bulan melintas di atas puncak gunung Semeru. Masih adakah waktu untuk keindahan seperti itu yang bisa dinikmati manusia saat ini?

Wajah bumi seperti tiada henti mengeluarkan bara emosi, perut dan nafasnya menghembuskan panas yang membawa luka dan kebakaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun