Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada 3 Alasan Pemberlakuan Undang-undang Perlindungan Anak Tahun 2014, Selamatkan Guru?

27 November 2021   20:05 Diperbarui: 5 Desember 2021   17:45 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang 3 alasan pemberlakuan Undang-undang perlindungan anak, selamatkan guru? | Dokumen diambil dari: unicef.org

Hembusan nafas reformasi itu rupanya memperoleh afirmasi dengan lahirnya Undang-undang perlindungan anak dan juga peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan yang mengambil pendasaran dari Undang-undang No 35 Tahun 2014.

Saya merasakan kewaspadaan besar yang muncul dari para guru terkait efek positif dari Undang-undang No 35 Tahun 2014. Undang-undang itu tidak hanya menyadarkan guru-guru, tetapi juga membuka pintu kesadaran orang tua dan anak didik untuk merayakan kebebasan mereka di sekolah dalam menikmati ilmu.

Catatan kritis: Guru diselamatkan, muridnya yang kurang berdaya?

Tidak sedikit juga pernyataan-pernyataan informal dari para guru khususnya di Flores sejauh yang pernah saya dengar tentang kemerosotan kualitas pendidikan sejak pemberlakuan Undang-undang perlindungan anak.

Beda generasi, beda cara dan rupanya juga bisa beda kualitas. Ya, itu cuma sedikit ungkapan spontan dari para guru saja. Ketika anak-anak selalu berada di bawah payung Undang-undang perlindungan anak, maka anak-anak itu tampak tidak terlalu punya motivasi dan daya juang, bahkan cengeng dan lain sebagainya.

Berbeda dengan anak-anak pada masa orde baru, mereka terlihat lebih cekatan, disiplin dan taat. Rasanya jelas, beda generasi itu juga melahirkan perbedaan karakter manusia yang juga tentu punya kekuatan dan kelemahannya masing-masing.

Demikian tiga alasan mengapa Undang-undang perlindungan anak telah menyelamatkan guru dan juga membuka perspektif baru dalam bingkai pendidikan tanpa kekerasan. Tulisan ini tentu merupakan perspektif pribadi yang masih saja jauh dari gagasan sempurna. Oleh karena itu, komentar dan percikan gagasan lain dari penulis lain tentunya sangat berguna. Catatan ini akhirnya bermaksud agar memotivasi guru-guru supaya bisa menemukan titik keseimbangan antara cara lama dan kekinian, tanpa kekerasan.

Salam berbagi, ino, 27.11.2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun