Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada 3 Alasan Pemberlakuan Undang-undang Perlindungan Anak Tahun 2014, Selamatkan Guru?

27 November 2021   20:05 Diperbarui: 5 Desember 2021   17:45 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang 3 alasan pemberlakuan Undang-undang perlindungan anak, selamatkan guru? | Dokumen diambil dari: unicef.org

Metode pendidikan anti kekerasan saat ini bisa saja menghasilkan generasi yang lamban, kurang punya tekad dan komitmen bahkan sangat mungkin tetap saja beda pada bagian hasilnya.

Meskipun demikian tidak bisa benar secara universal. Di daerah-daerah tertentu di Indonesia ini, bisa saja ditemukan sisi lemah dari Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak.

Guru pada prinsipnya melindungi anak, namun pada batas mana perlindungan itu harus dipisahkan dari sebuah proses pendidikan. Mentalitas budaya anak pasti juga beragam. 

Bahkan anak-anak dengan sedikit cacat mental disekolahkan dan diperlakukan secara sama  seperti anak-anak lainnya. Tentu hal itu yang luput dari perhatian pemerintah atau guru itu sendiri.

Siapapun manusia atau siapapun guru itu pasti punya titik jenuh dan titik lemah, pada saat-saat itulah guru bisa melakukan tindakan kekerasan.

Perspektif apa yang penting dari Undang-undang perlindungan anak:

  1. Dalam hal apapun guru harus memperhitungkan kepentingan terbaik bagi peserta didik. 
  2. Guru perlu lebih mempertimbangkan aspek yang bukan hanya pertumbuhan yang tidak bisa balik lagi seperti semula (irreversible) seperti secara fisik mengenai kesehatan anak didik, tetapi juga perkembangan (reversible) peserta didik.
  3. Guru perlu kreatif mempertimbangkan tindakan yang bersifat edukatif dan inovatif.

Tiga perspektif itulah yang meredam dan menekan tindakan kekerasan di sekolah, atau sekurang kurangnya guru-guru lebih disadarkan tentang pentingnya martabat manusia.

3. Sejak munculnya Undang-undang perlindungan Anak, guru-guru belajar mengakhiri pendekatan yang diktator

Jika tanpa Undang-undang perlindungan Anak, maka pendidikan di Indonesia mewariskan pendekatan seorang diktator.

Undang-undang dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan sekaligus menjadi pemutus rantai kediktatoran di lingkup pendidikan.

Pendidikan tidak lagi membentuk manusia dengan suatu "keharusan" tetapi lebih dengan suatu "tawaran, kemungkinan, alternatif dan pilihan-pilihan dan bukan sebagai solusi tanpa ada kemungkinan lainnya.

Ya, terlihat sekali bahwa nafas reformasi ternyata bisa mengubah situasi dengan memperluas kebebasan hampir di semua bidang kehidupan pada satu sisi, dan perlahan-lahan mengakhiri era dan rezim diktator dalam semua bidang umumnya dan dalam bidang pendidikan khususnya pada sisi lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun