Terkadang saya mengambil waktu setengah jam untuk berada sendiri di pesisir sungai Rhein sambil berjalan-jalan santai dan bisa menikmati udara segar di sana. FoMO di manakah dirimu?
Keheningan ternyata bisa menyingkirkan kecemasan. Tentu, cara ini tidak mudah bagi orang yang belum biasa dan akrab dengan keheningan. Bisa-bisa tambah cemas. Â Ini cuma suatu cara dari pengalaman pribadi, bisa dicoba, tapi kalau tidak nyaman, cobalah cara lainnya.
3. Lawan FoMO dengan berpikir realistis
Beberapa bulan lalu saya pernah mengalami FoMO kritis, yakni saat kembali ke Indonesia. Rasa takut ketinggalan dengan apa yang terjadi di universitas  begitu tinggi.Â
Di depan mata saya bahkan terlihat seperti tidak ada peluang dan harapan yang cerah lagi. Apakah saya bisa kembali untuk melanjutkan kuliah? Apakah semua itu mungkin di saat pandemi ini? Apakah harus karantina lagi?
Suatu waktu saya sampai pada kesadaran bahwa saya harus hidup untuk hari ini. Jika hari ini saya sehat, maka hari esok mungkin bisa dicapai dengan baik.
Hari ini saya harus bisa menikmati bersama orangtua dan keluarga sebelum semuanya berada di tempat yang jauh dan berbeda.Â
Saya memilih bahagia saat bersama orangtua dan keluarga. Ya, realistis, sekarang saya ada di mana dan saya bahagia di sana.
FoMO di manakah kau berada? Mungkin inilah cara mudah dan sederhana mengatasi FoMO. Berpikir realistis sesuai keadaan dan tempat di mana Anda berada menjadikan Anda orang bahagia.Â
4. FoMO bisa dilawan dengan cara membatasi interaksi di media sosial
Membatasi interaksi melalui media sosial? Oh ampun deh. Nah, cukup banyak FoMO menghimpit kehidupan orang muda. Orang muda lebih cepat mengikuti perkembangan teknologi dan lebih akrab dengan semua yang namanya media sosial.