Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

4 Faktor Penunjang Hidup Sehat di Masa Pandemi

30 September 2021   21:10 Diperbarui: 5 Oktober 2021   02:00 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi untuk faktor penunjang hidup sehat di masa pandemi | Foto oleh adamov_d dari Element Envato

Terkadang sulit untuk mempercayai dalil sederhana mereka, namun kenyataan bahwa masyarakat pedesaan masih lebih terlindungi dari serangan yang berbahaya covid-19. Apakah karena kebiasaan dan cara-cara sederhana mereka seperti itu, yang memungkinkan fisik dan imun tubuh mereka bisa bertahan dari serangan covid? 

Untuk mendapatkan jawaban pasti, tentu dibutuhkan suatu penelitian lebih lanjut tentang perbedaan daya tahan tubuh antara orang di desa dan di kota-kota di masa pandemi ini.

4. Faktor lingkungan dan udara yang segar-bersih

Saya jadi ingat pengalaman masa karantina di Jakarta selama 8 hari lalu. Karantina yang berlaku memang punya tujuan baik, namun praktis tidak bisa punya pilihan selain cuma di dalam hotel yang tidak punya jendela. 

Apakah ruang hotel seperti itu memungkinkan orang untuk lebih sehat? Tentu tidak. Sirkulasi udara tentu selalu dibutuhkan untuk kesehatan tubuh. 

Ini suatu kenyataan bahwa setelah delapan hari kondisi badan perlahan berubah. Ada rasa mual dan bahkan diare berkali-kali. Selanjutnya pernah mengalami juga demam yang aneh.

Dugaan pada waktu itu adalah karena kurangnya kesempatan untuk menikmati udara segar. Hampir bisa dipastikan bahwa tubuh membutuhkan udara segar.

Hal yang sungguh mengejutkan bahwa setiba di Labuan Bajo keadaan diare dan rasa demam menghilang dengan sendirinya. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kamar hotel yang tidak punya jendela, sebetulnya menjadi gambaran dari keadaan yang kurang sehat.

Nah, pertanyaannya, mengapa hotel-hotel yang tidak punya jendela itu yang dipilih sebagai tempat karantina di Jakarta? Konsep tentang karantina mungkin perlu dipertimbangkan lagi.

Karantina harus membuka kemungkinan kepada siapa saja untuk menjadi sehat dan bukan supaya sakit tentunya. Lebih tidak masuk akal lagi, karantina untuk orang yang sudah dua kali divaksin, lalu tes PCR juga negatif. 

Pada prinsipnya, saya lebih setuju kalau proses karantina didukung dengan perhatian untuk hidup sehat dan bukan membiarkan supaya menjadi sakit. Nah dalam hal ini, pemerintah perlu memerhatikan lagi kelayakan hotel-hotel tempat karantina itu.

Artinya semua orang yang dikarantina tetap diberikan kesempatan untuk menikmati udara segar dan kemungkinan lainnya seperti menggunakan fasilitas olahraga di dalam hotel sejauh memungkinkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun