Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sense of Belonging dan Peluang Promosi Danau Toba

25 September 2021   11:20 Diperbarui: 27 September 2021   10:21 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Toba, gambar diambil dari wowshack.com

Sangat disayangkan bahwa gerakan promosi wisata di Indonesia tidak membangkitkan rasa kekayaan bersama alam Indonesia. Bisa saja cetusan kritis ini salah, namun coba perhatikan berapa orang-orang dari sekitar danau Toba yang menulis lebih lengkap tentang danau Toba dan berapa yang menulis dan mempromosikan wisata seperti Komodo di Flores sana dan sebaliknya, berapa orang Flores yang menulis tidak hanya tentang komodo, tetapi juga tentang danau Toba?

Rupanya promosi dan gairah cinta alam di Indonesia masih sangat lengket dengan konteks kesukuan yang picik. Artinya, orang Flores hanya suka mempromosikan alam dan keindahan Flores, demikian juga orang Bali hanya suka mempromosikan keindahan alam di Bali, demikian juga orang Sumatera hanya suka mempromosikan keindahan alam di Sumatera.

Tentu berbeda dengan beberapa penulis Kompasiana yang saya tahu bahwa mereka pernah berlibur di luar daerah dan mau menulis sesuatu tentang keindahan alam di luar daerahnya. Sekali lagi hal ini cuma catatan kecil tentang rasa cinta kita sebagai bangsa belum terlalu terlihat merata, melainkan masih lebih kental sukuisme.

Sense of belonging

Oleh karena itu, point yang mau diangkat dalam tulisan ini adalah ajakan agar gerakan pariwisata Indonesia mesti mengangkat sense of belonging orang Indonesia sendiri untuk tanpa sekat dan batas sukuisme. Nah, bagaimana caranya agar dinding kedaerahan itu pecah dan tersingkirkan?

Dinas kepariwisataan di Indonesia mungkin perlu bekerja ekstra untuk mencari tahu jenis pariwisata apa dari setiap daerah dan pulau di Indonesia. Terkadang rasa kedaerahan itu bisa menjadi alasan yang masuk akal dan wajar karena orang selalu cepat menghubungkannya dengan percepatan ekonomi masyarakat setempat. 

Hubungan pariwisata dan ekonomi memang tidak bisa dihindari, tetapi selalu berjalan bareng. Nah, untuk pemerataan itulah, maka wisata di setiap daerah pun perlu dipromosikan juga. Saya percaya bahwa masih terlalu banyak kekayaan alam Indonesia yang begitu indah, namun belum dikenal dan dipromosikan secara masif di media sosial. 

Rasa memiliki secara global pariwisata di Indonesia itu sangat penting agar kemajuan dan percepatan ekonomi juga bisa secara merata di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Tanpa itu, memang lagi-lagi sangat disayangkan jika gairah untuk mempromosikan wisata hanya merupakan letupan naluri bebas seseorang saja. 

Wisata dan Narsisme

Upaya untuk mengetahui daerah wisata Indonesia saat ini bisa saja sangat mudah karena kekuatan modern yang bisa disebut dengan nama narsisme itu merajalela generasi muda.  Narsisme sebagai keadaan mencintai diri sendiri secara berlebihan (KBBI) pada sisi yang lain, dapat menjadi kekuatan positif.

Ya, orang muda Indonesia punya jiwa prahara, di mana saja mereka bepergian, mereka selalu menyimpan kenangan foto tentang diri mereka di media sosial. Rupanya orang muda Indonesia itu sendiri punya jiwa pecinta alam dan keindahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun