Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Misteri Cinta Segitiga Kota Pancasila dan Dahan-dahan Ranggas

21 September 2021   21:22 Diperbarui: 22 September 2021   13:42 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan kota Ende dari View jalur jalan Rajawawo ke Maunggora | Dokumen pribadi oleh Ino

Mitos cinta segitiga antara Ia, Meja dan Wongge bisa saja menjadi percikan drama cinta manusia modern. Ya, manusia modern ini tidak asing dengan cerita-cerita tentang cinta segitiga. 

Meja Sang gadis cantik tentu punya pilihan dari latar kebebasan yang dimilikinya. Namun, kebebasan yang disertai dengan ungkapan perbandingan yang melecehkan sering berdampak fatal. Konon Meja pernah berujar demikian, "Jao fonga nee Ia ata masa mina, dan jao bhazo nee Wongge ata mbuku koke." 

Meja mengatakan bahwa dirinya mau dengan Ia, karena Ia orang yang bersih, punya wajah kinclong, dan tidak mau dengan Wongge karena Wongge punya wajah bersisik. 

Siapa bisa tahan marah jika harus berhadapan dengan Ucapan seperti itu? Rasa malu Wongge memuncak hingga tidak sanggup menahan amarah, akhirnya leher Meja dipangkasnya. Tak hanya itu Ia melempar parangnya ke laut, hingga terbentuklah pulau Ende dengan bentuk mirip seperti parang Ende. 

Sejarah duka dan tragis itu berubah jadi sebuah view yang menawan hati dan memanjakan mata. Ya, mitos cinta segi tiga, mengalami metamorfosis di dalam alam dan peradaban manusia hingga melahirkan keindahan alam. 

2. Air laut

Bagaimana pun corak anggun gunung-gunung seperti deretan pegunungan di Alpen Swiss, rasanya tidak akan menampilkan dimensi spiritual yang dalam dan bercorak mistik tingkat tinggi jika tanpa adanya air. 

Nah, Air laut yang mengisi lekukan tanjung di sepanjang lereng gunung Ia dan Meja tidak bisa dipisahkan dari cerita eksotis Kota Ende secara keseluruhan, khususnya dari bibir lensa udara. 

Dari ketinggian di atas udara, kota Ende seperti kota kecil dalam genggaman sejarah cinta segitiga Ia, Meja dan Wongge. Cinta dan drama pelecehan itu kini sudah terlebur menjadi pesona yang menjanjikan cinta sejarah dan Pancasila. 

Dari rahim mitos drama cinta segitiga itulah, Soekarno bersemi dalam keheningan lereng-lereng gunung itu menemukan butir-butir peradaban yang mempersatukan semua hingga kini. 

Tidak heran unsur air juga menjadi kekhasan rumah kediaman bapak pendiri bangsa kita khususnya di Ende. Ada sumur perigi yang airnya masih tetap ada hingga sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun