Saya tidak suka karena saya sendiri tidak sanggup untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan itu, yang saya tahu sangat berguna bagi hidup sendiri dan hidup banyak orang lainnya.
Pertanyaannya, mengapa ungkapan Familiarity breeds contempt dalam konteks pandemi covid19 di Indonesia menjadi relevan? Ada beberapa alasan yang bisa ditemukan dalam 4 situasi berikut ini:
1. Bus pembawa penumpang dan halaman tunggu wisma atlet
Semakin orang mengenal ganasnya penyebaran covid19, semakin mudah pula orang jauh dari respek pada tuntutan kesehatan. Aneh bukan?
Selama ini saya hanya mengikuti perkembangan tentang situasi covid19 di tanah air hanya dari pemberitaan media; kemarin saya baru menyaksikan sendiri, seperti apa kenyataannya.
Betapa konyolnya tata aturan itu khususnya di dalam bus. Ada perbedaan yang sangat mencolok saat dari bandara ke wisma atlet. Terasa aneh sekali, kenapa setiap tempat duduk di dalam bus itu harus diisi?
Coba bayangkan di pesawat saja posisi duduk masih diatur sedemikian supaya tidak berdekatan bagi yang bukan serumah, nah berbeda dengan situasi konkret kemarin dari bandara ke wisma atlet, seakan di dalam bus itu aturan tidak berlaku lagi.
Terasa sekali bahwa semuanya punya resiko yang sangat besar. Jaga jarak rupanya tidak bisa dilakukan karena situasi, belum lagi penjual makanan datang menawarkan makanan dan itu semua tanpa ada jarak lagi.
Kesan saya seakan-akan semua pendatang baru yang masuk ke Indonesia selalu punya peluang terjebak situasi  hingga terpapar covid19.Â
Semakin seseorang mengenal situasi, semakin seseorang itu kehilangan respeknya (Familiarity breeds contempt )Â bukan lagi sebagai suatu ungkapan saja, tetapi suatu kenyataan.
Para penjual makanan, yang setiap hari mengadu nasib terkadang kehilangan respek pada tuntutan dan situasi krisis covid19. Ya itulah dilema kita semua, antara berjuang untuk hidup dan resiko yang bisa mengancam hidup hadir bersama, bahkan hampir tidak punya dinding lagi.Â
Mau salahkan siapa? Saya yakin semua itu dilakukan hanya atas nama hidup, keluarga dan anak-anak. Mereka mengenal situasi, namun juga mereka seperti kehilangan respek pada protokol kesehatan (prokes) yang sedang berlaku.