Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Belajar dari Etika Bersepeda di Jerman

19 Maret 2021   16:03 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:43 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga bersepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (21/9/2020).| Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO

Saya belum pernah melihat kendaraan menyenggol manusia, atau sepeda pernah menabrak pejalan kaki lain. Paling-paling mereka berteriak, "ini jalur sepeda" atau dibunyikan bel. Dan ketika memberikan jalan sesuai haknya mereka, mereka mengucapkan terima kasih. Jelas nilai keramahtamahan itu bisa dilihat dengan jelas.

Etika bersepeda di Jerman itu bukan saja pada saat di jalan umum, tetapi juga saat di rumah. Sepeda umumnya punya tempat parkirnya sendiri. Biasanya sudah dibuatkan melalui rangka besi dengan posisi bagian depan sedikit lebih tinggi untuk menaruh ban depannya. 

Nah, setelah bersepeda, orang harus tahu di mana dan bagaimana sepedanya diparkir. Demikian juga kalau di stasiun kereta api. Selalu saja ada tempat untuk parkir sepeda. 

Saya masih ingat pada musim panas tahun lalu. Saya berangkat sedikit buru-buru untuk mengejar jam kereta ke kota Frankfurt. Setiba di stasiun, saya juga cepat memarkir sepeda saya. Selanjutnya, saya berlari mengejar kereta. 

Ternyata saya lupa mengunci sepeda saya, cuma saya memarkirkan sepeda itu secara benar pada tempat yang sudah disiapkan. Setelah pulang kuliah, saya kembali melalui arah lain dan stasiun lain. Saya benar-benar lupa bahwa saya pernah tinggalkan sepeda saya di stasiun utama. 

Seminggu kemudian, ketika saya ingin bersepeda, baru saya ingat bahwa saya lupa sepeda di stasiun kereta. Jantung berdebar pergi ke sana, cuma karena takut kehilangan sepeda itu, ya lumayan mahal sih. 

Saya sungguh bersyukur bahwa sampai di stasiun, saya masih menemukan sepeda saya pada posisinya seperti minggu lalu itu. Saya menjadi sadar bahwa itulah pentingnya ketika orang beretika, maka risiko terburuk menjadi lebih kecil atau bahkan tidak ada. Meskipun juga, ada kejadian-kejadian aneh diluar dugaan. 

Jadi, etika bersepeda sangat penting sesuai dengan tempat di mana orang itu berada. 

Etika bersepeda di Jerman sebetulnya mirip dengan pengendara kendaraan bermotor, khususnya dalam hal penggunaan jalur. Ya, jalur sebelah kanan orang harus berjalan. Tentu berbeda dengan di Indonesia. 

Saya pernah punya kebiasaan itu, tanpa sadar sewaktu mengendarai kendaraan bermotor di Flores, saya berjalan di sebelah kanan. Mobil yang berada di posisi berpapasan dengan saya heran-heran, sampai sopirnya mengayunkan tangan. 

Saya akhirnya berhenti dan heran, lalu tanya mengapa? Sopir itu bilang, "Kamu gila?" Tahu gak, harus di sebelah kiri." Saya meminta maaf kepadanya. Saya tertawa sendiri, ampun kenapa begitu konyol hari ini. Ternyata, etika bersepeda itu ada hubungannya dengan adaptasi lingkungan dan etika yang berlaku pada tempat lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun