Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Habitus Baru Manusia di Tengah Pandemi Covid-19

14 Maret 2021   15:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:59 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia mungkin sudah banyak bicara, atau bahkan kebanyakan bicara tanpa etika dan kewaspadaan. Bisa jadi, kehilangan etika dan kewaspadaan itu telah mengubah dunia komunikasi manusia semakin di kuasai kebencian, caci maki, provokasi. Nah, sekarang ketika Covid-19 tiba, orang harus "tutup mulutmu" 

Barangkali ini pesan dan sinyal agar manusia senantiasa waspada dan beretika dalam ucapan-ucapannya. Tutup mulutmu dan biarkan hatimu bicara. Setelah hampir dua bulan menulis di Kompasiana, saya semakin menyadari kekuatan kata-kata yang lahir dari hati, jauh lebih berpengaruh untuk meraih label pilihan dan Artikel Utama. Benar gak sih? Ini cuma pengamatan pribadi lho. 

Eksplorasi diri dan kekayaan batin manusia itu betul menjadi kesadaran saya setelah menjadi anggota Kompasiana. Lagi-lagi saya punya Habitus baru. Belajar meninggalkan ketergantungan total pada apa kata "orang asing" lalu memberi ruang kepada mata air dari sumber hati itu mengalir. 

2. Tutup pintu rumah doamu

Tentang tutup pintu rumah doa berlaku untuk semua. Kebanyakan merasa bahwa ketika pintu rumah doa itu ditutup, ulah manusia atau bahkan iman manusia hilang lenyap, nyata ya gak juga kan? 

Fantasi tentang bahaya atau bahkan fobia Covid-19 sangat mungkin membuat orang takut berjumpa dengan orang lain. Lalu orang merasakan sungguh kehilangan kontak, bahkan "kehilangan Tuhan." Kecenderungan cara berpikir semacam ini lahir dari kebergantungan yang kaku hanya pada perjumpaan secara fisik, bahkan seakan-akan menafikan gagasan tentang real present Tuhan. Jangan lupa lho, ada juga keyakinan tentang kehadiran Tuhan yang kreatif, bahkan saya katakan itu tidak boleh dianggap sederhana. 

Habitus baru justru terletak pada gagasan dan cara berpikir atau cara berteologi di Era baru ini. Orang tidak bisa lagi bicara seakan-akan iman itu hanya akan tetap tumbuh subur kalau orang setiap hari datang ke rumah doanya. Sebaliknya, iman itu mati kalau pintu-pintu rumah doa itu semuanya ditutup. Sudah gak benar bukan? 

Setahun sudah gak sering masuk rumah doa, orang tetap juga punya iman, dan bisa berbagi dari kekayaan batinnya. Saya hanya mau mengatakan inilah Habitus baru cara berpikir manusia. Tuhan dan kehadiran kreatifnya mesti dibuka lebar-lebar ke dalam semua hati manusia. 

3. Yang dianggap berjasa, tidak selalu layak dimakamkan

Tentang "yang dianggap berjasa, tidak layak dimakamkan" ini memang nyata. Saya berangkat dari keluarga saya sendiri.  Tanta saya punya anak dokter dua orang. Keduanya pasti punya andil di tengah pandemi ini. Namun, ketika ibu mereka terkenal Covid-19 dan meninggal dunia, ibu mereka dimakamkan tengah malam dini hari jam 2.00 tanpa doa dan ritual pemakaman sebagaimana biasanya. 

Sadis bukan? Tak hanya itu, saya juga pernah melihat foto, menonton video pemakaman seorang pastor yang dulu begitu lama menjadi dosen. Ia punya pengaruh dan terhormat karena jabatan dan panggilannya. Namun, pantaskah, saat terakhir hidupnya, harus dimakamkan dengan cara sederhana, alias dibantu mesin eskavator. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun