Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kode dan Perspektif Batin di Tengah Pandemi

12 Februari 2021   12:09 Diperbarui: 12 Februari 2021   12:44 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak Covid diumumkan resmi sebagai pandemi dan di mana-mana mulai diberlakukannya istilah-istilah terkait Covid seperti karantina, lock down, Ausganspere, masker muncul setelah itu beberapa Apps seperti zoom, telegram, lalu ada lagi istilah webiner, host, dll. Beberapa istilah yang disebutkan itu menjadi marak ditemukan hampir di semua media komunikasi. Bahkan dampak dari pembatasan hubungan dengan orang lain telah menjadikan istilah online santer di semua kalangan, entah tua, muda maupun anak-anak. 

Virus yang mematikan itu tidak hanya membunuh banyak manusia, tetapi juga membunuh kebiasaan manusia.  Pada kesempatan ini, saya tidak bicara tentang bagaimana mengatasi Covid-19, tetapi bagaimana hidup di tengah krisis covid ini. Sisi lain Covid-19 itulah yang akan menjadi fokus perhatian dalam tulisan ini.

Sekarang ini banyak orang menyadari bahwa ruang online untuk suatu aktivitas formal sudah menjadi hal yang wajar dan penting. Ruang online disadari sebagai satu ruang alternatif paling praktis pada saat krisis covid ini. Orang bisa menghadiri pertemuan dengan siapa saja dan di mana saja.

Ruang online ini tidak bisa tidak tanpa yang namanya jaringan internet dan koneksi, ID dan password. Karena itu, ruang online di masa krisis ini merupakan ruang termahal dan terlaris. Sebagian besar manusia penghuni bumi ini tentu menggunakan internet, membutuhkan jaringan dan koneksi. Ruang online saat ini merupakan ruang utama yang paling aman dari bahaya terjangkit covid. Ruang online itu sebesar bumi luasnya, bahkan ruangan ini tidak berdinding. Ruangan ini hanyalah sebuah ruangan transparan atau durchsichtig, namun untuk masuk ke dalam ruang itu orang harus memberi kode-kode berupa huruf dan angka (Password).

Kode berperan sangat penting untuk memisahkan kehidupan pribadi dan bersama di ruangan transparan ini. Kode itu terhubung langsung dengan jaminan keamanan pribadi manusia. Rahasia kehidupan manusia tersimpan dalam ruang online yang dibungkus dengan kode-kode. Namun kode ini bukan saja kode etik, melainkan juga kode kompromi atas angka dan huruf yang menjadi pilihan setiap orang. 

Sebuah kode hubungan antarmanusia, kode relasi di tengah ruang transparan dan kode keamanan jaringan komunikasi menjadi sangat penting saat ini. Karena itu, ketakutan manusia modern ini adalah takut pada peretas kode. Meretas kode itu sama dengan membongkar misteri kehidupan. 

Ini benar-benar aneh, bahkan bisa dikatakan kegilaan manusia dewasa ini adalah ketika manusia lebih takut pada peretas kode online daripada Tuhan penguasa dan sumber kode-kode. Manusia lebih takut pada CCV daripada takut pada Tuhan sumber kebenaran. Saya pikir bahwa dunia online itu seperti  bola mata Tuhan sendiri. Manusia hidup dalam transparansi bola mata Tuhan dan dalam kejernihan pandangan-Nya. Ia tetap memandang manusia dengan kasih-Nya, meskipun manusia sering mengubah kode registrasi untuk masuk ke dalam kepentingannya sendiri. 

Tuhan mungkin lagi pusing melihat ulah manusia. Bahkan di tengah kematian begitu banyak orang pada masa krisis covid ini, orang bisa saja dengan mudah menuduh Tuhan. Jika Tuhan itu Pencinta dan Pelindung manusia, mengapa Tuhan tidak melindungi manusia dari serangan covid-19? Bisa saja pada masa krisis covid ini, orang lebih suka berdiri pada posisi gagasan seperti Frederick Nietzsche, bahwa Tuhan sudah mati. Orang bisa saja bermain-main dengan angka dalam laporan tentang korban Covid dengan maksud tertentu untuk memperoleh dana bantuan. 

Meskipun banyak orang mendukung gagasan Nietzsche di atas, tetap orang tidak memperoleh kepastian, apakah benar Tuhan sudah mati. Tuhan tentu memiliki kode-kode-Nya sendiri tentang kehidupan manusia. Misalnya kode angka kelahiran, tetapi kode dalam rupa angka kematian, tidak ada orang yang tahu atau tidak ada yang bisa meretas kode Tuhan. 

Oleh karena keterbatasan ini, maka saya pikir alternativ cara pandang seperti yang digaungkan Hipocrates itu menjadi sangat penting, yaitu suatu perspektif batin. 

Hippocrates (c. 450---c. 380) mengatakan ini: "kode itu mengikat dirinya dengan tradisi moral yang lebih besar." Hippocrates berbicara juga tentang hubungan kode etik dengan perspektif batin. Jika kode etik ada dalam rangka untuk memperbaiki perspektif batin", maka orang harus membuat link ke yang  lebih umum bersama worldviews - Weltanschauungen." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun