Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kompasiana: Suar Dunia?

5 Februari 2021   12:17 Diperbarui: 5 Februari 2021   12:46 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak 27 Januari 2021 saya berkenalan dengan Kompasiana. Nama dan gemanya terasa sudah menyejukan hati. Meskipun demikian, waktu itu suasana hati saya lebih dikuasai oleh rasa penasaran dan muncul spontan beberapa pertanyaan: apa itu? Dan bagaimana bisa masuk menjadi penulis blog Kompasiana, lalu bagaimana semua itu mungkin, karena saya tidak memiliki kenalan. Siapa yang bisa mendukung saya? 

Itulah beberapa pergulatan awal saya 10 hari yang lalu. Saya sendiri terkejut dengan istilah "debutan" Apa sih artinya debutan? Saya sempat mencari arti kata itu di dalam KBBI, namun saya tidak menemukan artinya. Saya lalu menganalisisnya tentang level penulis, dari situ saya mengerti bahwa debutan itu adalah level penulis awal atau pemula di Kompasiana. 

Dalam perjalanan beberapa hari kemudian, Akun saya akhirnya tervalidasi pada 1 February 2021. Saat itu bersamaan dengan ketika saya menerima berita "Perginya sang teman yang pernah berjanji" Waktu itu terasa lengkaplah warna dari hidup itu sendiri: Sukacita dan dukacita itu datang silih bergantian, seperti ada saat datang dan ada saat pergi. 

Perlahan tapi pasti, saya melihat pembaca Kompasiana itu sangat banyak. Selanjutnya saya mendapat poin penghargaan pada setiap tulisan, lalu ada rating yang diberikan oleh Sahabat Kompasiana lainnya. Perlahan-lahan saya bisa berkenalan dengan banyak orang yang telah menjadi penulis hebat. Bahkan mereka yang sudah berada di level atas, ya, kompasiana lain yang sudah jauh berpengalaman. Saya tertarik juga membaca tulisan-tulisan mereka. 

Indahnya bahwa setiap hari saya menemukan bacaan yang baru dan unik. Setiap hari bisa punya teman baru. Akhirnya setiap hari saya bisa membaca dan menyalurkan gagasan baru. 

Hidup ini menjadi jauh berarti, kalau gagasan-gagasan kita tercatat dan tersimpan secara baik bahkan lebih baik lagi kalau bisa dibaca dan di komentar oleh orang lain. Saya berada di Eropa sudah enam tahun lebih. 

Pada suatu diskusi dengan orang Eropa, saya bertanya seperti ini: Mengapa ahli Filsafat dan Teologi sebagian besar berasal dari Barat atau Eropa? Teman saya sekejap mulutnya seperti terkunci. Lalu saya tanyakan lagi, tahukah Anda bahwa kami belajar, kami baca buku-buku tentang ilmu pengetahuan sebagian nama yang sering kami kutip adalah orang-orang dari Barat, Eropa? Benarkah Tuhan itu miliknya orang Eropa? 

Ya, konsep dan gagasan-gagasan besar tentang Tuhan, semuanya dipelajari dari nama-nama asing atau tentu bukan nama orang Indonesia. Pertanyaannya apakah semua orang Indonesia tidak bisa berpikir dan berpendapat? Tentu tidak. Kita bisa berpikir dan berpendapat, cuma kemajuan ilmu teknologi komunikasi dan pengarsipan kita paling terlambat datang, atau bisa saja sudah datang tetapi kaum kolonial menghapus itu semua. 

Saya tidak percaya bahwa dari rahim bangsa Indonesia tidak pernah ada filsuf hebat. Atau saya tidak percaya bahwa dari tanah air kita tidak bisa ada ahli teologi, dan ahli dalam ilmu lainnya. 

Mengapa saya mengatakan demikian? Moto Bhineka Tunggal Ika dipakai Eropa Union atau EU sebagai moto mereka juga, cuma dengan bahasa yang beda "In Vielfalt geeint", namun berdasarkan penelusuran saya, moto itu muncul jauh kemudian dari sejarah moto Bhineka Tunggal Ika yang dimiliki bangsa kita. Aneh kan? 

Dalam suatu kesempatan saya berkenalan dengan seorang filsuf yang punya gelar panjang Prof. Dr. Dr. Ia menjadi pengajar di sebuah Universitas di Jerman. Profesor itu mengajar tentang filsafat kebhinekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun