Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyeriusi Hak Anak dalam Bermain

23 Agustus 2019   19:59 Diperbarui: 23 Agustus 2019   20:04 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak anak sedang bermain puzzle/dokpri

"Ketika bermain, sesungguhnya anak anak sedang belajar. Yang terpenting dalam bermain adalah anak anak belajar bagaimana caranya belajar" (Fred Donaldson)

Bermain bagi anak anak adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk belajar tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya. Melalui bermain, anak anak bebas berimajinasi, mengeksplorasi kemampuan diri, melepaskan emosi dan berkreasi sesuka hati. Bisa dikatakan bermain adalah keseluruhan aktifitas yang menyenangkan untuk membantu anak mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, moral, sosial dan emosional.

Menurut Psikolog Hurlock, bermain adalah kegiatan yang dilakukan dengan sukarela untuk  kesenangan dan tanpa memikirkan hasil akhir. Hal ini tentu saja menjadi pembeda dengan kegiatan bekerja yang mengutamakan hasil akhir.

Namun sayangnya hak bermain anak sering kali terlupakan oleh orang dewasa mulai dari pemegang kebijakan hingga orang tua. Padahal menurut Undang Undang terdapat 31 hak anak yang dilindungi, salah satunya adalah hak bermain. Tapi saat ini kita dihadapkan oleh persoalan minimnya ruang publik untuk tempat bermain anak, beban pelajaran sekolah dan waktu bermain terbatas yang mengurangi kebebasan hak bermain anak.

Menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget anak-anak memainkan peran aktif didalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi walaupun proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun ternyata anak juga berperan aktif dalam menginterprestasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya.

Meskipun bermain dapat dilakukan seorang diri, namun bermain bersama memiliki lebih banyak keuntungan bagi perkembangan anak.  Bermain dengan teman lebih tua, anak akan belajar melalui mengobservasi dan mencontoh.  Bermain dengan teman lebih muda, membuat anak akan belajar mengayomi, menjaga dan memimpin. Sedangkan bermain dengan teman sebaya menjadikan anak belajar menjalin interaksi dan bersahabat.

Bermain bersama di ruang publik tidak hanya berdampak pada perkembangan motorik, kognitif dan sosial anak, namun juga mengajarkan anak untuk belajar mengenai kepemilikan bersama dan menciptakan keberanian di tempat baru.

Menurut Catron dan Allen, bermain mendukung perkembangan sosial  dalam hal berikut; interaksi sosial dengan teman sebaya atau yang lebih tua dan muda, kerja sama, menghemat sumber daya dengan menggunakan benda benda yang ada secara tepat dan peduli terhadap orang lain dengan cara memahami perbedaan. Pada akhirnya, perkembangan sosial anak paling mudah dibentuk melalui kegiatan bermain, hal ini tidak bisa didapatkan dari bermain sendiri di dalam rumah atau bermain melalui gawai.

Mengingat pentingnya fungsi bermain bagi anak, maka perlu adanya ruang ruang publik untuk tempat bermain anak yang aman, nyaman, tanpa biaya dan mudah diakses di setiap RT/ kelurahan. Bagi anak anak yang tinggal di kawasan perumahan elite, biasanya telah tersedia fasilitas umum sebidang lahan untuk ruang publik bermain anak. Namun bagi anak anak yang tinggal di kawasan kampung padat penduduk, lahan kosong untuk bermain ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami.  Susah sekali.

Beruntunglah anak anak bukanlah individu yang suka protes  dengan unjuk rasa di jalanan. Anak anak selalu mencari jalannya sendiri untuk menyenangkan hatinya. Mereka menggunakan segala cara agar hak bermain mereka terpenuhi. 

Terkadang jalan gang dipakai untuk bermain petak umpet, terkadang halaman rumah orang untuk bermain lempar batu, bahkan lahan parkir masjid digunakan untuk bermain bola.  Upaya mandiri dari anak anak seharusnya diapresiasi dengan memberikan sebidang lahan kosong agar mereka bebas bermain bukan dibalas dengan teriakan dan umpatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun