Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Literasi Media di Abad 21

10 Mei 2019   20:32 Diperbarui: 10 Mei 2019   20:41 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memasuki abad 21 literasi tidak bisa lagi diterjemahkan hanya kemampuan membaca dan menulis, lebih daripada itu, literasi adalah keterampilan hidup yang harus dimiliki oleh masing masing individu, dalam hal kemampuan mengolah, menganalisa dan memahami informasi dari bahan bacaan.

Berdasarkan penelitian Vision Paper UNESCO (2004), kemampuan literasi baca-tulis merupakan titik pusat kemajuan, dan menjadi prasyarat partisipasi bagi pelbagai kegiatan sosial, kultural, politis, dan ekonomis pada zaman modern. Hal ini dikuatkan juga oleh Global Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca-tulis berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern.  

Sebagai sebuah keterampilan hidup, membangun budaya literasi bukanlah pekerjaan satu dua hari, tetapi merupakan proses panjang yang berkesinambungan. Menumbuh kembangkan tradisi literasi  setidaknya dapat dimulai dengan melakukan kebiasaan berpikir kritis.

Di era dimana arus informasi datang tiada henti, ada 2 (dua) keterampilan yang penting dimiliki untuk membangun kebiasaan berfikir kritis:  pertama, kemampuan menelaah informasi dan yang kedua, memiliki sikap skeptis terhadap informasi.

Keterampilan Menelaah Informasi

Pro kontra mengenai imunisasi bisa menjadi contoh dalam hal bagaimana kemampuan menelaah informasi menjadi penting. Beberapa ibu yang menolak anaknya diimunisasi, dikarenakan takut anaknya menjadi autis, vaksin berasal dari babi, dan hukumnya haram.  

Setidaknya tiga hal itu yang menjadi ketakutan para kaum ibu yang kontra terhadap imunisasi. Keyakinan mereka yang kontra terhadap imunisasi bisa jadi didapatkan karena informasi yang didapat tidak utuh dan menyeluruh.

Beredarnya informasi bahwa vaksin dapat mengakibatkan autis mengacu pada vaksin MMR yang biasanya diberikan saat bayi berusia 12-18 bulan, dan di usia inilah pada umumnya gejala autis tampak pertama kalinya. Penggunaan thimerosal dalam vaksin yang diduga sebagai penyebab autis ternyata tidak terbukti mengakibatkan gangguan perkembangan syaraf pada anak. 

Mengenai kehalalan vaksin, dari MUI sendiri memperbolehkan imunisasi sehingga seharusnya tidak lagi menjadi alasan bagi orang tua untuk khawatir Imunisasi adalah bagian dari program pemerintah yang bertujuan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan balita di Indonesia.

Pemahaman yang tidak utuh  mengenai imunisasi tentu saja berdampak pada keberhasilan program imunisasi dasar.  Berdasarkan hasil Riset  Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI menunjukkan cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak (usia 12-23 bulan) menurun dari 59,2 persen (2013) menjadi 57,9 persen (2018). Program Imunisasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

Kasus imunisasi hanyalah satu dari sekian banyak kasus berita bohong yang beredar cepat di masyarakat.  Begitu sering kita dapati berita palsu atau biasa disebut hoax menjadi musabab pertengkaran mulai tingkat keluarga hingga tingkat masyarakat internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun