Darah Juang.........
Dulu itu lagu kau yang menyuruhku menghafalnya, bukan?
Aku suka sekali dengan lagu itu. Lagu yang dulu kerap membuatku menangis saat menyanyikannya bersamamu di bawah Bendera Merah Putih.
Tegakkan Supermasi Hukum, Berantas KKN, Adili Soeharto dan para kroninya, Amandemen Konstitusi, Cabut Dwi Fungsi ABRI, Berikan Otonomi Daerah Seluas-Luasnya. Hidup mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!! Hidup Reformasi!!
Belasan tahun telah berlalu....
Piring ideologi kita sama. Idealisme dan cita-cita kita sama.
Negara tanpa kesenjangan, tanpa penindasan, Adil dan Makmur.
Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI Harga Mati!!
Teriakan dan cara kita melempari aparat juga sama, bukan?
Ah, sudah lama sekali kita tak jumpa, sahabat...
Aku dengar kamu kini telah menjadi seorang senator Republik ini. Aku senang sekali mendengarnya. Aku suka membuka profilmu di facebook. Wajahmu bersih dan semakin berwibawa. Sesekali kau menulis status. Tulisanmu pun masih seperti yang dulu. Demi Rakyat! Rakyat diatas segala-galanya. Aku senang, Aku rindu padamu. Dan kau terlalu sibuk.
Lalu tiba-tiba............
“Mari satukan langkah! Reformasi harus terus dijaga. Banyak Pengkhianat.” Katamu beberapa bulan lalu via inboks. . Kau bilang,
“Aku selalu membaca tulisan-tulisanmu di medsos".
"Tumben, kau menyapaku, sobat?" Responku sedikit kaget.
"Ubah cara pandangmu, keadaan telah berbalik. atau kau sedang frustrasi?” Lanjutmu, seperti dulu kau selalu mencuci otakku. Dan kaupun lalu bicara banyak tentang NKRI. Radikalisme, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan tentang 212
Aku terdiam. Bicaramu barusan mengingatkanku dengan cara-cara Orde Baru memberangus gerakan reformasi yang kau perjuangkan dulu. Radikalisme, Anti Pancasila, Mengancam NKRI. Lalu apa perbedaanmu dengan Orde Baru? Batinku.
“Hahaha” Aku tertawa. Aku tak tahu harus bilang apa. “Eh, aku punya tulisan tentang Radikalisme” Kataku selanjutnya.
“Kirim via email, ya! Aku mau membacanya” Katamu.
“Ok. Aku kirim sekarang. Baca dan koreksi ya!”
“Sipp”
Dan beberapa hari setelahnya, ketika aku chat, aku sms, aku telpon, tak pernah lagi kau mau menjawabnya. Terlalu sibukkah atau kau tak suka dengan tulisanku tentang radikalisme itu?
Tetapi sahabat...
Mohon maaf, memang aku kini tak lagi suka dengan Das Kapital atau Manifesto Komunismu itu. Aku kini telah mencintai Islam. Aku mencintainya lebih dari apapun. Bahkan Negara sekalipun.
Maka Peluk sajalah terus reformasimu itu, sahabat...
Dan manakala engkaupun telah melihat Islam sebagai lawan, sekali lagi maafkan aku, pasti aku akan melawanmu!!
Dan bila perlu aku akan bilang : Good Bye Reformasi!!!