Tentunya hampir semua (atau memang semua) dari kita pernah bertanya ke orang lain untuk arah penunjuk jalan atau tempat ya. Apalagi di tempat baru, lebih sering tentu. Karena kata pepatah, malu bertanya bisa jadi malu-maluin. Hihihi…
Nah, pernah bertanya tempat atau jalan di Jogja? Coba gimana jawabannya? “Di selatannya gedung X, mbak…” “Mbaknya lurus, perempatan ke barat, pertigaan ke utara, nah sebelah timur itu tempatnya mbak.” “Dari sini ke timur, sebelah selatan ada plang iklan besar, ada jalan masuk ke utara…” Bingung? Sama! Saya juga pertama kali dikasih penunjuk arah seperti itu tambah pusing, bukannya semakin tahu arah. Biasanya kan pakai ‘kanan’ dan ‘kiri’. Baratnya di mana? Timur itu ke arah mana? Selatan? Utara? Huaaa… *desperate* Ah, tapi semakin lama saya justru semakin suka memakai petunjuk arah menggunakan mata angin ini. Apalagi untuk Jogja yang wilayahnya ‘cuma’ segini aja. Mudah pula untuk mengetahui arah mata angin. Patokannya adalah Merapi-Utara dan Parang tritis-Selatan. Kalau saya sangat bingung mengidentifikasi di mana Merapi, tinggal tanya arah kiblat atau lihat posisi masjid. Sekarang jadi terbiasa memakai arah mata angin ini untuk petunjuk arah jalan. Lebih akurat menurut saya dan membuat lebih mudah. Kalau menggunakan arah mata angin, jelas tidak akan berubah, dari manapun arah kita datang. Sedangkan kalau menggunakan patokan ‘kanan’ dan ‘kiri’ kita harus memastikan arah datang dan kita menghadap ke mana. Menjadi kebiasaan ketika ditanya, “Tempat ini di mana sih?.” Saya jawabnya, “Tugu ke barat/selatan/timur/utara…” Biasanya ada yang protes, “Wuaaa…barat/timur/utara/selatan itu sebelah mana???” Ups! Ya maap… Kalau sudah begitu baru deh dijelasin menggunakan kanan dan kiri plus arah kita menghadap dan arah datang. Fyuuhhh…lebih ribet ternyata. Jadi, kamu lagi di sebelah mana nih? Kalau bingung, pegangan aja dulu, trus lihat kompas atau gps deh
pic : hasil googling