Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kau Sebuah Puisi & Aku Ampas Kopi

9 Februari 2023   16:15 Diperbarui: 9 Februari 2023   16:33 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Sumber Foto : milik pribadi"

Kala senja datang, rindu penuh rimbun merintih di sanubari. Terik sepi menghampiri, rintihan hati tak tertolongkan lagi. Jingga merekah samar, bersua di hadapan sunyi yang malang. Malam membuncah haru, mendengarkan isak-isak tak terelakkan. Rinai hujan kembali bertemu, rintiknya duka meretas kenangan dalam ingatan. Dingin menggerogoti paruh lesuh, atas luka-luka yang belum sembuh. Bulan sesekali ia redup, gelap mengalir membanjiri pusara bayangan semu.

Hatiku terus bertanya, kapan kita kembali merengkuh tawa bahagia. Tapi deru-deru derap langkah, ia menjauh dan telah menjauh dari sisi yang paling ikhlas. Inginku masih bersama, memetik buah yang ranum di senyummu yang basah kuyup itu. Tapi sendu-sendu menghampiri diri, ia menghilang dan telah lama menghilang dari hati yang paling lapang. Diriku mengagumimu selalu, memesona di tatapan mata dan menusuk dalam dada. Tapi rasa pilu sudah mendekap, ia lenyap dan telah lenyap mati di telan kenang.

Baca juga: Aku dan Tulisan

Di bawah hujan yang turun deras, kau sebuah puisi dan aku ampas kopi. Senyum yang dahulu selalu mekar di dalam mimpi kini sudah terhempas kedalam lautan derita. Aku rapuh segala-galanya, air mata tumpah ruah dan tenggelam ke dalam luka yang tak biasa. Tubuhku penuh kaku, mencari ikhlas yang paling serius dan kehangatan untuk meredam laraku. Kau adalah apa-apa yang aku semogakan tapi aku adalah hal-hal yang ingin kau sudahi lebih cepat. Sepi malam merajang, aku menghidupkan pelita untuk terangi hatiku yang sedang berduka. Akan ku kenangi kau selalu, meskipun kau hancurkan segala pengharapanku untukmu.

Di bawah cahaya purnama yang menawan, kau sebuah puisi dan aku ampas kopi. Tawa yang dulu bersimpuh rapi yang biasa aku puja di bibir merahmu namun kini tidak terbacakan lagi lalu menetap di hati. Resah hati ungkapan kata, bahwa aku benar-benar patah menyibak perih beribu-ribu. Pada gersang yang membisu, jalan pedih masih panjang dalam menjalani alur kehidupan. Aku rindu wangi rambutmu yang hitam berombak sebatas bahu dan alis indahmu seperti kelopak bunga yang mekar merekah. Aku menjadikanmu sebuah alasan untuk tetap bahagia namun kau memberikanku pilu sepilu-pilunya sepenggal duka tanpa suka.

"Kau lupa sesuatu?"

"Apa?" 

"Aku benci penyesalan."

"Arti dari cinta sejati, tidak memiliki. Apa aku benar?"

Dan di bawah pohon yang rindang, kau sebuah puisi dan aku ampas kopi. Bahagia yang lalu-lalu untuk menghidupkan diamku namun kini sudah menjadi kenangan yang kelak aku baca ulang kala sepi mengundang rindu. Kau datang tanpa bisa kutolak dan pergi tanpa sanggup aku tahan. Aku mencintaimu tak pernah memilih walau berkeping-keping sedih selalu menghantui di selembar kertas putih kosong tanpa penghuni. Aku masih ingat wajah sayumu seperti bidadari yang turun dari langit saat senja yang jingga. Aku jadikan hatiku sebagai tempat tinggalmu namun kau menjadikan aku rumah singgahmu.

Ini cerita dibalik kisah-kisah yang tiada berakhir dan dengan rasa yang tiada berarti sama sekali. Nyatanya kau sedang bercanda, malah aku jatuh cinta. Kau pura-pura, aku benar-benar cinta. Rinduku selalu tepat waktu, cintamu masih tertunda pilu. Aku mengharapkan temu penuh sesak, kau semakin jauh dari pelupuk kantuk. Dan kerelaan sebuah keikhlasan menjadi cerita yang bukan tujuan untuk kita bersama lagi. Bersama lembayung yang hampir berakhir, biar kisah sama-sama kita kenang tanpa perlu lagi kita ulang menghabiskan sisa hidup. Maaf jika selama ini aku tak selalu mengerti perihal dirimu, aku hanya takut kau pergi, takut kau hilang dari dalam hidupku karena yang aku inginkan kau menjadi yang terakhir di sisiku ini.

Dan disini aku menanti sendiri dan bahkan berkali-kali menyendiri. Senja menepi lalu hilang, di ujung laut lepas pandang. Darimu aku belajar; bahwa cinta tak mesti berlabuh pada dermaga kepastian dan ia tak perlu hidup bersama harapan. Aku tidak akan dan pernah membencimu, percayalah aku hanya membenci keadaan dimana kita tidak lagi bisa bersatu di bawah sinar yang sama namun kehangatan yang berbeda. Terimakasih, terimakasih dan terimakasih pernah menjadi bagian dari cerita hidupku di baris-baris keluh kesahku. Aku pamit mencari kebahagiaanku dan segala yang tak bisa aku pahami seperti dirimu yang sudah menemukan kebahagiaanmu yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun