Mohon tunggu...
Inggit Suryani
Inggit Suryani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Sejati

Ibu Rumah Tangga yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Iga Jarang

14 Desember 2021   12:22 Diperbarui: 14 Desember 2021   12:45 8422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Part 1      

                         Iga Jarang"

Pengalaman masa kecil ibu yang penuh mistis sejak kecil, membawanya melihat makhluk-makhluk tak kasat mata dari berbagai wujud, mulai dari bentuk tuyul, genderuwo, kuntilanak, blegedek Ireng, prik penjala dan masih banyak lainnya. Pun makhluk halus yang ga ber secara fisik, visualnya  terlihat seperti kepulan  asap terkadang bayangan putih atau hitam besar berkelebat. Keistimewaan ini untungnya tidak menurun ke aku anaknya. Kreatifnya beliau pengalaman mistisnya itu dijadikan ide dongeng pengantar tidur. Efeknya membekas sampai terbawa ke alam mimpi. Diulang terus  hampir tiap malam, ga pernah bosan  mendengar cerita yang sama sensasi nagih yang ngeri- ngeri sedaap gimana gitu. Ditambah background beliau sebagai guru SD, membuat suasana horornya semakin hidup dikala sedang bercerita.

      Katanya tetua zaman dulu, kemampuan ibuku itu akibat memiliki iga jarang. Definisi iga jarang secara pastinya aku kurang paham. Seingatku sejak kecil beliau sering melihat makhluk halus, anehnya setiap kali melihat tidak pernah ada rasa takut sedikitpun. Karena gambaran makhluk halus tidak pernah diceritakan oleh orang tua beliau. Reaksinya hanya heran bercampur kaget saja, pada perjumpaan pertama. Perjumpaan- perjumpaan berikutnya sudah berbeda bentuk dan tidak pernah terulam  dalam wujud yang sama. Endingnya sering ngeri belakangan. Ketemu malem, pagi baru berasa takutnya, itupun kalau sempat curhat ke ortu beliau. Abis ketemu apa, apa namanya.

       Karena begitu banyaknya makhluk yang registrasi dengan ibu, ingatan awal yang masih terekam kala perjumpaannya pertama kali dengan makhluk halus sekitar usia TK. Ceritanya beliau diajak kondangan sunat saudara bapaknya. Tiba-tiba kebelet pengin pipis. Cus aja lepas dari gendongan  langsung masuk ke kamar mandi. Bayangin kamar mandi jaman dulu, besar minim penerangan. Kebetulan beliau berdua datang bada subuh, sengaja ingin mendampingi prosesi sunatnya. Konon sunat dulu lebih repot dibandingkan sekarang. Karena mantri sunat dengan metode modern belum ada, terpaksa bocah sunat disuruh direndam dibak mandi berjam-jam agar membius rasa sakit secara alami. Singkatnya didalam kamar mandi hanya ada dua orang yaitu bocah sunat dan bapaknya. Mata ibuku seketika terbelalak, terlihat sosok tinggi besar hitam seakan - akan merangkul bocah sunat dari sisi belakang tubuhnya. Sedangkan sosok itu tak terlihat oleh yang lain. Wujudnya semakin lama diperhatikan semakin besar semakin besar, ibuku berteriak dan pingsan. Disaat dewasa beliau baru tau kalo makhluk itu bernama blegedeg Ireng.

       Perjumpaan berikutnya yang  paling berkesan, ketika kakek meninggal dan ibuku terpaksa ikut tinggal bersama kakak laki-laki nenek di Yogyakarta. Saudara nenekku seorang tentara dan tinggal diasrama bersama  4 orang anak masih kecil-kecil dan istri yang sedang mengandung anak kelima. Lumrahnya tinggal dengan saudara, meski badan lelah terpaksa harus mengerjakan tugas-tugas domestik rumah tangga, yang dirasa masih cukup berat bagi anak usia 10 tahun. Istri dan anak - anaknya estafet memberikan pekerjaan dari terbit hingga terbenam matahari. Hingga suatu malam ibuku sedang mencuci piring dihalaman depan asrama. Karena sumur dan tempat cucian berada di sudut asrama disamping perkebunan karet. Diseparuh pekerjaan, beliau mendengar samar-samar langkah selop wanita. Terhenti sejenak memperhatikan darimana asal suara keteplak keteplok sandal kayu wanita itu. Sembari mengamati dibawah redupnya sinar lampu  mulai dari wajahnya yang ayu, riasan hingga kain kebayanya. Sungguh paduan busana yang indah gumam ibuku. Berbalut baju kebaya kuning, selendang hijau pupus serta kain jarik parang rusak, cantiknya. Ibuku dengan ramah menyapa, "Sungguh ndalu, Bu" alias selamat malam.  Seketika dua orang tentara yang duduk tidak begitu jauh dibuat terperanjat, karena ibuku berbicara dengan siapa, sedangkan jalan setapak disamping asrama tak terlihat satu orangpun. Hingga salah satu tentara tugas jaga malam memberanikan diri untuk bertanya, "Jeng Eni sedang berbicara dengan siapa tho", penuh keheranan. Ibuku menjawab, "Ini ada ibu cantik tapi disapa diam saja". Sekonyong-konyong dua orang tentara terkesiap dan saling tatap, mereka serentak menjawab, " Mungkin peri jeng Eni". Dengan spontan ibuku memanggil wanita misterius itu dengan sedikit berteriak,  "Bu Periiii!!!. Gedubrak!! dua tentara jaga yang masih keheranan  tampak lari tunggang langgang. Seperti biasa, ibuku hanya heran. Kenapa mereka ketakutan sedangkan orang yang  disapa terlihat benar sosok wanita cantik yang sedang berjalan ke arah sungai. Mungkin nalar ibuku masih belum nyampe, tak terusik dengan ketakutan dua orang tentara jaga.  Esok harinya masih terbawa rasa penasaran, ibuku menelusuri jejak wanita itu  sejak awal kemunculan hingga berbelok lenyap dekat rumah komandan kodim. Ibuku baru bisa mencerna rasa takut dua tentara tadi malam. Bagaimana mungkin ada wanita cantik lewat perkebunan karet sepi malam-malam sendirian.  Tak habis pikir berjalan menyusuri jalan  setapak yang lumayan menyulitkan jika menggunakan selop tinggi. Jika saja ibuku tuntas memperhatikan hingga ujung kakinya yang berbentuk kuda, mungkin seketika pingsan saat itu juga. Berhubung tahunya peri nama orang bukan nama sejenis makhluk halus, eaalah.. ibuku dengan pede menyapanya. Pantas saja tentara jaga lari kebirit-birit." Wah, jeng Eni diajak kenalan mungkin sama penunggu makam tua disana, deket sungai", begitu tutur ibu komandan kodim memberitahu ibuku yang sedang blusukan dibelakang rumahnya. Iya juga mana ada yang bisa lewat kesitu, karena buntu.

         Setengah tahun  berlalu, peristiwa demi peristiwa mistis menghantuinya, di asrama ataupun diluar asrama.  Karena merasa dibohongi oleh Pakde, akhirnya ibu pamit pulang ke kampung diiringi letih badan  serta rasa kecewa yang tak terkira. Karena janji Pakde untuk membantu menyekolahkan tak pernah ditepati. Badannya semakin kurus, ditambah gangguan penampakan makhluk astral yang datang silih berganti

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun