Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Kaprah tentang Paedofilia

18 Maret 2017   10:59 Diperbarui: 18 Maret 2017   20:00 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap empat tersangka kasus kejahatan seksual dan pornografi melalui Official Candys Group di Facebook. [suara.com/Agung Sandy Lesmana]

“Komnas PA Minta Pedofil di Loly Candy's Dikenai Pasal Berlapis.” Ini judul berita di  “detiknews” (18/3-2017). Sepintas tidak ada kejanggalan yang terlihat, tapi jika diamati dengan cermat dengan mengaitkan judul dan pernyataan dalam berita, baru tampak kejanggalan dalam pemahaman terhadap paedofilia.

Pedofil dalam judul berita ini tidak tepat karena paedofilia tidak melakukan seks melalui praktek pelacuran atau prostitusi, tapi menyalurkan hasrat seksual dengan anak-anak umur 7 – 12 tahun dengan cara-cara yang “beradab” yaitu menjadikan korban sebagai anak angkat, anak asuh, keponakan angkat, bahkan dijadikan sebagai istri.

Di  beberapa daerah anak-anak dibawa ke luar daerah atau luar negeri dengan alasan untuk disekolahkan. Orang tua korban tidak bisa menolak karena pelaku memberikan materi yang cukup, misalnya, memperbaiki rumah, melengkap peralatan rumah, bahkan memberikan motor atau mobil. Seorang rekan wartawan dari koran nasional pernah menemukans sebuah rumah di desa punya mobil di garasi yang diberikan oleh seorang turis asal Eropa dengan ‘imbalan’ anaknya dibawa untuk disekolahkan.

Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda, megatakan dahulu para turis paedofila itu sangat rapi dalam menutupi operasi kegiatan mereka. Mereka bersembunyi di balik kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Indonesia. Mulai menjadi pengajar hingga melakukan kegiatan amal di desa-desa terpencil di Indonesia. Daerah yang sering disasar adalah Sumatera, Cianjur, Semarang, Solo, Palu, dan Bali dengan target anak usia 4-8 tahun serta remaja umur 9-15 tahun (jpnn.com, 21/9-2014).

Nah, itu adalah paedofilia yaitu bagian dari parafilia yakni orang-orang yang menyalurkan hasrat seksual dengan cara lain. Bertolak dari pengertian ini, maka pertanyaan Kompas PA tentang pedofilia tidak tepat apalagi dikatikan dengan ini: dalam berita disebutkan oleh Ketum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait: "Kasus prostitusi online Candy's Group yang melibatkan anak usia 2-8 tahun ini adalah extra ordinary crime dan membutuhkan penanganan oleh otoritas hukum yang luar biasa pula.”

Dari pernyataan Arist ini jelas yang terjadi bukan paedofilia, tapi prostitusi terhadap anak-anak. Bisa dengan sodomi (seks anal) atau seks vaginal. Yang terjadi adalah pelacuran atau pemerkosaan dengan cara sodomi (Parafilia, Memuaskan Dorongan Hasrat Seksual ’di atau dari Sisi Lain’).

Disebutkan pula umur anak-anak dari 2-8 tahun. Itu artinya ada juga pelaku sebagai infantofilia yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan seks kepada bayi dan anak-anak umur 0-7 tahun (Infantofilia Mengintai Bayi dan Anak-anak Sebagai Pelampiasan Seks).

Maka, dari kasus Loly Candy's itu ada dua hal yang terjadi, yaitu: sodomi dan infantofilia. Dua bentuk parafilia yang menyasar bayi dan anak-anak. Pelaku infantofilia juga berlindung di balik ‘kebaikan’, seperti menyayangi bayi dan anak-anak melalui berbagai cara yang memanjakan bayi dan anak-anak.

Adalah penting memberikan pemahaman  melalui sosialisasi kepada masyarakat tentang bentuk-bentuk parafilia agar warga bisa mencegah perilaku parafilia, dalam kasus ini sodomi dan infantofilia. Tanpa pemahaman yang tepat, maka pelaku sodomi akan terus mencari mangsa dengan berbagai cara yang tidak mencurigakan. *

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun