Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelaku Sodomi Tidak Otomatis Seorang Paedofilia atau Gay

23 Mei 2015   11:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:41 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432355078279316007

Pelaku Pedofil di Australia Sebut Korbannya Setan Penuh Dosa.” Ini judul berita di Australia Plus ABC-detikNews (21/05/2015).

Judul berita ini tidak sejalan dengan fakta yang diungkapkan yaitu: Korban pelecehan seksual Stephen Woods mengungkapkan ia diperkosa oleh tiga orang petugas di sekolah keagamaan di Ballarat, Australia, saat ia masih anak sekolah. Parahnya, salah seorang pedofil melakukan perbuatan tersebut sambil menyebut korban sebagai "setan penuh dosa".

Yang dilakukan oleh tiga petugas di sekolah keagamaan itu adalah sodomi yakni hubungan seksual yang tidak alamiah. Sodomiterkait dengan ranah hukum sebagai tindakan hubungan seksual yang tidak alamiah berupa seks oral dan seks anal. Itu artinya alat kelamin dipakai untuk hubungan seksual secara paksa dengan organ yang bukan alat kelamin. Sodomi bisa dilakukan oleh orang dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual.

Paedofila merupakan salah satu bentuk parafilia yaitu menyalurkan dorongan hasrat seksual dengan ‘cara lain’ tanpa ada unsur paksaan, yaitu laki-laki dewasa yang menyalurkan hasrat seksual dengan anak-anak usia 7-12 tahun melalui seks vaginal dan seks anal (Parafilia: Menyalurkan Dorongan Hasrat Seksual “Dengan Cara yang Lain”).

Sedangkan seorang gay akan ‘memadu’ cinta dengan gay lain sebagai pasangannya untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk seks anal. Begitu pula dengan lesbian yang ‘berpacaran’ dengan perempuan lain untuk melakukan hubungan seksual sebagai bagian dari percintaan mereka.

Maka, hubungan seksual yang dilakukan oleh ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ tsb. jelas bukan bentuk prafila karena mereka lakukan dengan paksaan dan dengan pembenaran bahwa korban adalah setan yang penuh dosa.

Dosa merupakan istilah yang terkait dengan agama sebagai bentuk hukuman bagi yang melakukan tindakan yang melawan norma atau aturan yang diatur dalam kitab suci.

Persoalannya adalah: Apakah Tuhan memberikan mandat secara eksplisit kepada manusia untuk menentukan atau menetapkan (kadar) dosa seseorang

Alasan yang disebutkan oleh ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ merupakan salah satu bentuk pembenaran karena tidak ada perintah Tuhan secara eksplisit kepada ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ tsb. untuk menyodomi korban karena mereka sebut sebagai setan dan penuh dosa.

Agaknya, ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ itu mengetahui kalau Woods pernah mengaku bahwa diia menyadari dirinya sebagai seorang gay sejak usia sangat dini. Nah, ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ pun menyebut Woods sebagai orang bejat dan setan yang pantas menerima apa yang mereka lakukan.

Lalu, apakah tindakan sodomi dibenarkan oleh Tuhan?

Tentu saja tidak. Tapi, ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ itu memakai ‘tangan Tuhan’ sebagai pembenaran tindakan mereka sebagai pelaku sodomi.

Dampak perbuatan ‘tiga petugas sekolah keagamaan’, al. ibu salah satu korban (Stephen Woods) tidak lagi percaya kepada agama yang dianut ibunya selama 70 tahun. Ayahnya sudah menarik pelatuk senapan untuk menutut balas terhadap ‘tiga petugas sekolah keagamaan’ yang menyodomi Woods.

Bercermin dari kasus Woods ini Polri diharapkan tidak semerta menerima pernyataan pelaku sodomi yang mengatakan bahwa dia pernah jadi korban sodomi. Soalnya, bisa saja hal itu sebagai pembenaran terhadap perilaku kriminalnya menyodomi bocah-bocah.

Jika ada pelaku sodomi yang mengatakan dirinya korban sodomi, maka perlu dilakukan diagnosis medis untuk membuktikannya serta konseling psikologi untuk memasitkan apakah dia disodomi atau memang seorang parafilia.

Dari aspek penularan IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, dll.) dan HIV/AIDS risiko penularan melalui hubungan seksual tanpa kondom pada seks anal jauh lebih besar daripada melalui seks vaginal. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia] ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun