Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memimpikan ‘Kesultanan Jogjakarta’ Sebagai ‘Monaco’-nya Indonesia

8 Desember 2010   06:57 Diperbarui: 7 April 2016   14:33 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang Yogyakarta bahwa di Indonesia tidak mungkin diterapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi menuai protes yang berkempanjangan.

Hiruk-pikuk pro dan kontra terhadap pernyataan presiden itu ternyata mengabaikan realitas sosial tentang diskriminasi terkait dengan keistimewaan terhadap beberapa daerah di negeri ini.

Provinsi Aceh diberikan keistimewaan berdasarkan agama melalui UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Di provinsi ini diterapkan syariat Islam, lembaga agama dan adat, serta partai lokal. Aceh mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan partai lokal.

Provinsi Papua juga diberikan keistimewaan berdasarkan suku. Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001. DPRP memiliki tugas dan wewenang antara lain menetapkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), yakni peraturan-perundangan yang tidak dijumpai di provinsi-provinsi lain di Indonesia. Papua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dengan sifat otonomi khusus.

Celakanya, daerah lain dengan mayoritas suku dan agama tertentu ternyata diabaikan pemerintah untuk mendapatkan keistimewaan. Akibatnya, ada daerah dengan mayoritas agama dan suku tertentu tidak memperoleh keistimewaan. Padahal, dibandingkan dengan Aceh dan Papua beberapa daerah di Indonesia juga memenuhi syarat keistimewaan. Penetapan Aceh dan Papua sebagai daerah istimewa dan khusus justru mengabaikan nilai-nilai demokrasi yang universal yaitu kebebasan bergama dan pembedaan ras. Agama Islam sendiri justru menghargai perbedaan agama dan suku.

Kalau Pemirintah Indonesia tetap menetapkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta ditentukan melalui pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada), maka DI Yogyakarta pun harus mempunyai partai lokal.

Partai lokal sangat menentukan hasil Pemilukada seperti yang terjadi di Aceh. Penduduk Aceh memilih partai lokal sehingga partai nasional kalah suara di Aceh.

Pemerintah bersikukuh dengan mengedepankan hasil survai yang menunjukkan 71 persen warga Yogyakarta menginginkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur secara langsung. Ada beberapa pertanyaan terkait dengan survai ini.

Pertama, bagaimana perbandingan antara warga lokal asli dan pendatang yang menjadi responden survai tsb.?

Kedua, bagaimana sistem atau metode survai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun