Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memantau Pemakaian Kondom di Kab Malang, Jawa Timur

7 Februari 2011   17:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

‘Jajan’ Tak Pakai Kondom Bisa Didenda 50 Juta. Ini judul berita di www.surabayapost.co.id (7/2-2010). Rupanya, ini sanksi yang tertera di dalam Perda Kab Malang No 14 Tahun 2008 tentang Penanggulangn HIV dan AIDS di Kabupaten Malang. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Malang tercatat 516.

Banyak pertanyaan yang muncul dari penerapan perda ini, terutama yang terkait dengan kondom. Perda ini merupakan perda ke-27 dari 43 perda serupa yang sudah diberlakukan di Indonesia. Semua perda tidak bisa bekerja karena tidak menyentuh akar persoalan. Terkait dengan Perda AIDS Kab Malang juga tidak bisa diandalkan karena berbagai faktor (Lihat: Syaiful W. Harahap, Menguji Kiprah Perda AIDS Kabupaten Malang, Jawa Timur, http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/05/menguji-kiprah-perda-aids-kabupaten-malang-jawa-timur/).

Pada Perda AIDS Kab Malang ini, misalnya, di pasal 10 ayat (1) disebutkan: Setiap orang yang melakukan hubungan seksual beresiko wajib menggunakan kondom; dan di ayat (2) disebutkan: Setiap pelanggan penjaja seks wajib menggunakan kondom pada saat berhubungan seks.

Pertama, bagaimana memantau setiap orang yang melakukan hubungan seksual berisiko? Apakah Pemkab Malang menugaskan anggota Satpol PP memantau setiap gerak-gerik semua laki-laki penduduk Kab Malang?

Kedua, perda ini berlaku di wilayah Kab Malang. Bagaimana cara Pemkab Malang memantau penduduknya yang melakukan perilaku berisiko di luar wilayah Kab Malang, seperti di Kota Malang, Surabaya atau kota-kota lain di Indonesia serta di luar negeri?

Ketiga, bagaimana cara yang dilakukan Pemkab Malang memantau laki-laki ’hidung belang’apakah memakai kondom atau tidak ketika sanggama dengan PSK? Di Kab Malang HIV terdeteksi pada empat PSK (Lihat: Syaiful W. Harahap, Risiko Laki-laki ‘Hidung Belang’ di Kab Malang, Jawa Timur, Tertular HIV, http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/11/risiko-laki-laki-%E2%80%98hidung-belang%E2%80%99-di-kab-malang-jawa-timur-tertular-hiv/)

Tentang program kondom ini perda-perda di Indonesia mengekor ke program serupa di Thailand. Celakanya, program ’wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual di lokalisasi dan lokasi pelacuran serta rumah bordir di Thailand dilakukan dengan skala nasional. Selain itu program kondom di Thailand merupakan ekor dari rangkaian program yang dijalankan secara bersamaan dan kontiniu. Maka, program kondom di Indonesia mengekor ke ekor program Thailand.

Jika tidak ada cara yang konkret dalam memantau penggunaan kondom pada hubungans seksual dengan PSK maka bisa muncul fitnah karena persaingan yang keras di lingkungan PSK. Selain itu Perda ini pun tidak melihat posisi tawar PSK yang sangat lemah menghadapi laki-laki ’hidung belang’. Kalau ada PSK yang menolak laki-laki ’hidung belang’ yang tidak mau memakai kondom maka laki-laki itu akan memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeninya.

Maka, pemantauan di Thailand pun dilakukan secara konkret yaitu melakukan survailans tes IMS terhadpa PSK secara rutin. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka itu membuktikan ad PSK yang meladeni laki-laki tanpa kondom. Sanksi diberikan kepada germo mulai dari peringatan sampai pencabutan izin usaha,.

Di Merauke, Papua, perda sejenis di sana sudah menjerat PSK. Tapi, tanpa disadari oleh Pemkab Merauke dan KPA Kab Merauke satu PSK ditangkap maaka ‘lowongannya’ akan diisi oleh puluhan PSK ‘baru’. Lagi pula laki-laki yang menualarkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular dari PSK yang ditangkap itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat tanpa mereka sadari. ‘Hasilkerja’ mereka dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga.

Ancaman Perda Kab Malang yang akan mendenda laki-laki yang tidak pakai kondom Rp 50 juta akan menimbulkan persoalan baru,yaitu kalau terdakwa tidak bisa membayar maka dia memilih hukuman penjara sebagai ganjarannya. Ini menambah beban pemerintah untuk menghidupi napi tadi.

Cara yang diterapkan Thailand sudah terbukti efektif, tapi tidak satu pun perda di Tanah Air yang mengadopsi cara pemantauan yang dilakukan di Thailand. Semua perda hanya ‘setengah hati’ menanggulangi epidemi HIV dengan menonjolkan norma, moral dan agama yang sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV.

Buktinya, M. Fauzi, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Malang, justru akan memakai tangan Satpol PP untuk memantau penggunaan kondom pada hubungan seksual dengan PSK. Tentu saja ini sangat naif. Melibatkan Satpol PP secara langsung bisa menjadi ajang penyalahgunaan jabatan dan fitnah.

Bagaimana cara yang akan dilakukan Satpol PP? Apakah mereka melihat secara langsung, atau mereka yang akan memasang kondom ke penis laki-laki ‘hidung belang’?

Kadis Kesehatan mengatakan: “Kita akan bantu memberikan fotokopi Perda itu agar dipasang di kamar-kamar lokalisasi supaya memberi efek jera.” Lagi-lagi dipertanyakan bagaimana caranya memantau pemakaian kondom?

Lagi pula bisa saja PSK itu dibawa ke luar lokalisasi sehingga Perda tidak berlaku lagi. Apalagi Satpol PP tidak punya nyali merazia hotel berbintang. Selama ini Satpol PP dan Polisi hanya berani merazia pelaku mesum di losmen dan hotel melati. Apakah di hotel berbintang, rumah, kos-kosan, kontrakan dan apartemen tidak ada praktek pelacuran?

Dwi Hari Cahyono, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Malang, mendesak agar ada sikap dari Pemkab terkait penegakan Perda. Salah satunya, harus segera dikeluarkan juknis tentang Perda itu melalui Peraturan Bupati.  Sayang, anggota DPRD ini tidak merinci apa isi juknis itu kelak.

Sedangkan Hermanto alias Bagong, Ketua Pokja Penanganan HIV/AIDS lokalisasi Kebobang. Mengatakan: “Demi kesehatan mbak-mbak (WPS), saya berharap kami diberi fotokopian, kalau fotokopi sendiri jelas tidak mungkin karena tak ada dana, lebih baik lagi kalau setiap kamar ada fotokopian perda.’’

Agaknya, Pak Bagong ini kura-kura dalam perahu. Apakah Bagong tidak tahu posisi tawar PSK sangat lemah menghadapi laki-laki ’hidung belang’?

Tidak perlu ada fotocopy atau hardcopy perda di setiap kamar. Yang penting adalah memaksa germo agar memaksa laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom. Sanksinya asalah pencabutan izin usaha atau denda.

Andaikan Perda ini berjalan efeksi di wilayah Kab Malang, lalu: Apakah Pemkab Malang bisa menjamin bahwa semua laki-laki dewasa penduduk Kab Malang tidak akan melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah di wilayah Kab Malang atau di luar wilayah Kab Malang dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (pekerja seks di lokasi atau lokalisasi pelacuran, cewek panggilan di losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’cewek bar’, ’cewek kampus’, ’anak sekolah’, ’cewek SPG’, selingkuhan, WIL, perempuan pemijat di panti pijat plus-plus, waria pekerja seks, dll.) serta pelaku kawin-cerai?

Kalau jawabannya YA, maka tidak ada masalah penyebaran HIV melalui faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka ada persoalan besar yang akan dihadapi Pemkab Malang karena ada laki-laki penduduk Kab Malang yang berisiko tertular HIV.

Laki-laki yang tertular HIV itu kelak akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kab Malang. Maka, kasus-kasus HIV dan AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang.

Lagi-lagi langkah penanggulangan epidemi HIV yang tidak konkret dengan landasan perda yang tidak komprehensif. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun