Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Money

Label Harga dan Mitos Untung di Jalan Malioboro Yogyakarta

8 September 2011   05:34 Diperbarui: 3 April 2021   14:17 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Suadana di salah satu sudut kaki lima Malioboro, Yogyakarta (Sumber: delta-ind10.blogspot.com).

Ada kemajuan di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Sekarang pedagang cenderamata di trotoar jalan yang terkenal itu sudah berani menawarkan barang tanpa label harga.

Selama ini di Malioboro ada dua ‘kutub’ yaitu pedagang lokal dan pendatang. Pedagang lokal biasanya memasang label harga yang hanya bertambah sedikit dari modal, sedangkan pendatang tidak memasang label harga sehingga mereka menawarkan barang jauh dari harga modal.

Baca juga: Harga Berlabel dan Tidak Berlabel di Malioboro Yogyakarta

Sayang, pedagang local tetap kurang lihai menawarkan barang dagangannya. Rupanya, ada pedagang lokal yang hanya dititipkan barang dagangan, seperti kemeja, T-Shirt, dll. dengan imbalan Rp 1.000/potong.

Misalnya, modal kemeja putih Rp 25.000. Pemilik barang meminta pedagang menjual Rp 30.000. Dari harga jual ini pemilik barang mendapat untung Rp 4.000 dan pedagang Rp 1.000.

Nah, kalau laku di atas harga Rp 30.000? “Ya, tetap saja saya hanya terima Rp 1.000,” kata seorang pedagang di sana.

Maka, ketika ada yang menawar kemeja pedagang tadi hanya berani membuka harga Rp 35.000 dan tawar-menawar berhenti ketika calon pembeli menyebut angka Rp 30.000. Bandingkan dengan pedagang lain yang membuka harga Rp 50.000. Tawar-menawar berhenti pada harga Rp 35.000. Pedagang ini meraup untung Rp 10.000.

Agaknya, itulah salah satu faktor yang membuat pedagang lokal enggan mewarkan barang jauh di atas harga jual yang ditetapkan pemilik barang. Jika dilihat dari aspek bisnis, maka cara yang diterapkan pemilik barang tsb. tidak mendorong pedagang lokal berkembang.

Sedangkan pedagang pendatang biasanya mempunyai modal untuk membeli barang sehingga mereka bebas membuka harga untuk tawar-menawar.

Bagi pelancong yang akan membeli cenderamata khas Yogyakarta tetap bias memperikirakan harga dengan melihat label harga di toko-toko sepanjang jalan itu.

Mengapa pedagang lokal hanya nrimo permintaan pemilik barang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun