Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Manokwari, Papua Barat: ‘Praktek’ Pekerja Seks Komersial (PSK) Dikapling

12 Juli 2012   23:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ …. saat ini pemerintah berupaya mengembangkan klinik-klinik voluntary counseling dan testing (VCT) sukarela di rumah sakit-rumah sakit dan puskesmas yang tersebar di wilayah Papua Barat. Tujuannya memberikan informasi sekaligus memberikan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan rutin.” Ini pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorongan, dalam beritaSetiap Tahun, Penderita HIV/AIDS Meningkat di Papua” (bharatanews.com, 11/7-2012).

Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Prov Papua Barat menunjukkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS per Oktober 2011 mencapai2.797 yang terdiri atas 1.579 HIV dan 1.218 AIDS.

Data yang dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari, drg. Sembiring, menunjukkan per Juni 2012 kasus kumulatif di Kab Manokwari tercatat 692 yang terdiri atas 475 HIV dan 217 AIDS.

Langkah Dinkes Papua Barat itu jelas dilakukan di hilir. Artinya, Dinkes menunggu penduduk Papua Barat tertular HIV/AIDS dahulu baru ditangani di klinik VCT. Biar pun diberikan pelayanan, pengobatan dan informasi tapi itu terjadi di hilir. Pada saat yang sama insiden infeksi HIV baru terus terjadi di hulu.

Insiden infeksi HIV baru di Papua Barat, khususnya di Manokwari, terjadi di lokalisasi pelacuran Maruni 55 dan di penginapan, losmen serta hotel melati dan berbintang di Manokawari.

Pekerja seks komersial (PSK) asal Pulau Jawa digiring ke Maruni 55, sedangkan PSK dari Manado dan tempat lain boleh beroperasi di kota Manokwari. Beberapa PSK asal P Jawa di Maruni 55 mengaku kesal dan jengkel terkait dengan perlakuan terhadpa mereka.

Di Maruni 55 sudah ada LSM yang menjangkau sebagai bagian dari advokasi agar laki-laki ‘hidung belang’ mau memakai kondom jika sanggama dengan pekerja sek. Tapi, sebaliknya di berbagai tempat yang dijadikan ajang praktek pelacuran di kota Manokwari tidak ada advokasi untuk mendorong pemakaian kondom pada laki-laki ‘hidung belang’.

Maka, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki ‘hidung belang’ akan didorong oleh perilaku laki-laki ‘hidung belang’ di kota Manokwari melalui praktek pelacuran. Maka, jangan heran kalalu kelak kasus HIV/AIDS di Papua Barat, khususnya di kota Manokwari banyak terdeteksi pada pegawai, karyawan, aparat dan lain-lain karena tidak ada penjangkuan kepada PSK untuk meminta pasangannya memakai kondom.

Biar pun di Maruni 55 sudah ada LSM yang melakukan advokasi, tapi tetap saja banyak laki-laki ‘hidung belang’ yang tidak mau memakai kondom. “Laki-laki lokal tidak mau memakai kondom,” kata seorang PSK yang mengaku berasal dari Jawa Timur. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Dinkes Papua Barat karena terkait dengan mata rantai penyebaran HIV.

Disebutkan dalam berita: “Tingginya angka penderita ini sebagai akibat rendahnya pengetahuan masyarakat. Selain itu, minimnya pendanaan menyebabkan pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak.”

Pertanyaannya: Mengapa pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS di Papua Barat rendah?

Dengan biaya atau dana yang besar pun, seperti di Papua dan DKI Jakarta, kalau tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS tidak bisa ditanggulangi.

Yang diperlukan di Papua Barat adalah progam yang konkret yaitu intervensi agar laki-laki ‘hidung belang’ memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK. Celakanya, dalam Perda AIDS Manokwari pun tidak ada langkah konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2012/05/26/menguji-peran-perda-aids-kab-manokwari-papua-barat-dalam-menanggulangi-hivaids/).

Disebutkan pula oleh Otto, penderita tertinggi HIV/AIDS di Papua Barat adalah ibu rumah tangga, menyusul PSK komersial (PSK), PNS, buruh dan pekerja swasta lainnya.

Data itu menunjukkan banyak laki-laki yang mengidap HIV/AIDS, mereka adalah yang menularkan HIV kepada istrinya yaitu ibu rumah tangga.

Maka, yang diperlukan adalah program intervensi yang konkret yaitu keharusan bagi laki-laki ‘hidung belang’ untuk memakai kondom ketika sanggama dengan PSK, baik di Maruni 55, di Kota Sorong, dan di hotel-hotel di berbagai kota di Papua Barat.

Tanpa program yang konkret, maka jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan terus bertambah yang berujung pada peningkatan jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun