Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS di Aceh Utara ‘Dibawa dari Luar’?

23 Desember 2010   09:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:28 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

HIV/AIDS 'serang' Aceh Utara.” Ini judul berita di Harian ”Waspada” (22/12-2010). Disebutkan: Tahun 2005 hingga 2010, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menemukan tujuh penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Aceh Utara, menurut Makhrozal, Sekretaris KPA: Ketujuh penderita merupakan warga Aceh Utara.

Bukan AIDS yang ’menyerang’ Aceh Utara, tapi perilaku penduduk Aceh Utara yang menyebarkan AIDS di Aceh Utara. HIV sebagai virus tidak bisa menyebar atau menyerang melalui air, udara dan pergaulan sosial sehari-hari.


Karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es maka kasus yang terdeteksi itu tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat Aceh Utara. Kasus yang terdeteksi (tujuh) adalah kasus yang terdeteksi (puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut), sedangkan kasus yang tidak terdeteksi seperti bongkah es yang ada di bawah permukaan air laut.

Apakah ketujuh penduduk Aceh Utara itu mempunyai istri? Kalau ya, maka yang berisiko tertular HIV sudah bertambah tujuh lagi. Kalau istri mereka tertular HIV maka ada pula risiko penularan terhadap tujuh janin. Angka akan bertambah kalau ketujuh penduduk yang terdeteksi HIV/AIDS itu mempunyai pasangan seks lain atau pekerja seks komersial (PSK).

Disebutakan pula: Di Provinsi Aceh setiap ada satu kasus sama artinya ada 18 kasus. Di Kabupaten Aceh Utara, sekarang terdapat tujuh penderita. Itu artinya 7 x 18 kasus. Komisi Penanggulangan AIDS menemukan ketujuh penderita secara tidak sengaja. ”Rumus’ itu tidak bisa dipakai secara ’telanjang’ karena hanya untuk keperluan epidemiologis, seperti merancang penanggulangan, pengobatan, dll.Tidak ada rumus yang pasti yang bisa menghitung kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi.

Diberitakan, kasus-kasus itu terdeteksi di rumah sakit ketika mereka berobat. Ini kasus yang umum terjadi di Indonesia karena sebelum masa AIDS banyak orang yang sudah mengidap HIV tidak merasa dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV).


Mereka berobat ke rumah sakit karena penyakit yang mereka derita pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, tidak sembuh. Dokter yang menangani pasien ini perlu diacungi jempol karena sudah melihat fakta lain di balik penyakit mereka.
Cara ini dikenal sebagai PITC (Provider Initiated Testing and Counseling). Pasien yang berobat ke rumah sakit karena keluhan kesehatan secara umum dengan gejala (simptomatik). Gejala-gejala itulah yang diamati oleh dokter. Jika terkait dengan HIV/AIDS maka perlu dilakukan diagnosis untuk memastikan penyebab gejala-gejala tersebut. PITC dilakukan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip dasar tes HIV yaitu: konseling, informed consent, dan kerahasiaan. Pasien yang dirujuk untuk tes HIV juga tetap berhak untuk menolak.

Disebutkan oleh Makhrozal awalnya di Kabupaten Aceh Utara hanya ditemukan tiga kasus HIV/AIDS dari tiga pria yang baru pulang dari perantauan. Tiga kasus pertama ternyata laki-laki. Istri ketiga laki-laki ini tertular HIV sehingga jumlahnya enam.

Tapi, apakah ketiga orang itu menjalani tes HIV sebelum merantau? Kalau jawabannya tidak, maka bisa saja mereka sudah tertular HIV ketika pergi merantau. Pernyataan Makhrozal ini merupakan salah satu bentuk penyangkalan terhadap epidemi HIV.

Jika terbukti tiga laki-laki itu tertular HIV di luar Aceh yang menrapkan syariat Islam, maka itu membuktikan bahwa penduduk Aceh tidak otomatis mengikuti syariat Islam di luar Aceh.


Sedangkan kasus terakhir terdeteksi awal November pada seorang gadis berusia belasan tahun akibat seks bebas. Gadis ini tertular HIV bukan karena melakukan ’seks bebas’, tapi karena laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan dia mengidap HIV dan laki-laki itu tidak memakai kondom. Kalau ’seks bebas’ diartikan sebagai zina, melacur, seks di luar nikah, dll. maka tidak ada kaitan lansung antara ’seks bebas’ dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom.


Disebutkan pula: Ketujuh penderita penyakit mematikan itu masih dibiarkan bergerak bebas dalam lingkungannya masing-masing. Makhrozal keberatan untuk menyebutkan alamat mereka. Sampai sekarang tidak ada aturan yang memaksa orang-orang yang tertular HIV untuk dikarantina karena HIV tidak menular melalui pergaulan sehari-hari, seperti bersalaman, bermain, dll. Informasi tentang alamat merupakan fakta privat yang hanya bisa dipublikasikan atas izin ybs. atau perintah hakim melalui sidang pengadilan.Jurnalistik sangat menghargai fakta privat karena yang diutamakan jurnalistik adalah fakta publik dan fakta empiris.

Selama ini ada wacana untuk mengarantina orang-orang yang sudah tertular HIV. Ini tidak menyelesaikan masalah karena masih banyak orang yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Orang-orang yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi itulah yang menjadi ancaman besar bagi masyarakat karena mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal tanpa mereka sadari.Sebaliknya, orang-orang yang sudah terdeteksi HIV/AIDS akan menghentikan penularan HIV mulai dari diri mereka.


Setiap orang bisa melindungi dirinya agar tidak tertular HIV sehingga tidak ada alasan untuk mengarantina orang-orang yang terdeteksi HIV. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun